Bisnis.com, JAKARTA - Penghiliran masih saja jadi kata kunci. Di sektor industri yang mengandalkan komoditas, kata kunci itu acap kali diucap. Namun sayangnya bagi industri karet, penghiliran yang diperkirakan bisa mengalir lancar malah jadi tersumbat.
Satu tahun yang lalu, tepat di Januari, Dewan Karet Indonesia (Dekarindo) menyatakan bahwa pada 2015 Indonesia berpeluang menyerap investasi setidaknya US$3 miliar untuk industri di sektor hilir karet.
Ini didasarkan dengan ancang-ancang pembangunan industri ban pesawat, aspal karet, dan dock fender. Ini bukan asal ucap. Optimisme tersebut muncul setelah adanya perbincangan dengan Kementerian Koordinator Kemaritiman mengenai pengembangan sektor maritim, yakni rencana pembangunan pelabuhan yang membutuhkan banyak dock fender.
Pembahasan lebih serius muncul pada kuartal kedua 2015. Kala itu, Kementerian Perindustrian menghelat pameran industri karet. Di momentum tersebut, Menteri Perindustrian Saleh Husin menargetkan untuk meningkatkan serapan karet alam domestik menjadi 40% pada 2020, dari yang saat ini hanya berkisar 18%.
Bayangkan, hanya 600.000 ton dari lebih 3 juta ton karet alam yang bisa diserap industri nasional. Sisanya diekspor dengan nilai tambah yang minim. Di momen tersebut jualah, rencana pembuatan peta jalan untuk industri karet dibuat. Cita-citanya adalah akan mengimbangi Malaysia, China dan India yang mampu menyerap karet alamnya lebih dari 40%.
Sebenarnya, cita-cita penghiliran industri karet sebenarnya sudah jadi prioritas sejak M.S. Hidayat sebagai orang nomor satu di Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Pentingnya penghiliran agaknya sudah mulai diperhatikan untuk meningkatkan nilai tambah komoditas, serta mengurangi ketergantungan dari fluktuasi harga komoditas dunia. Tim perumus peta jalan pun dibentuk.
Personilnya bukan hanya dari kalangan pelaku industri dengan Kementerian Perindustrian sebagai pembina serta Kementerian Perdagangan sebagai pengatur niaga. Melainkan sudah melibatkan Kementerian Perhubungan serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk menjamin penggunaan karet lokal.
PETA JALAN
Peta jalan tersebut menggambarkan dengan detail rencana penguatan struktur industri karet Tanah Air. Mulai hulu, hingga hilir. Di hulu dijelaskan bagaimana perlu ada pembenahan kebun dengan upaya penanaman ulang.
Di sektor antara, pembahasannya sudah melibatkan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) agar industri antara karet bisa menarik bagi investor. Hingga kepastian pasar dan serapan produksi dari industri hilir.
Dalam peta jalan tersebut dijabarkan bahwa kementerian, lembaga, dan badan usaha berpelat merah diharapkan menjadi konsumen pertama dan utama dalam menyerap hasil produksi industri hilir tersebut.
Kalau ini saja dioptimalkan, konsumsi karet alam bisa meningkat 30%-40% dan tentunya akan menjadi produk yang lebih hilir dengan nilai tambah tinggi. Selanjutnya yang terjadi adalah kemandekan. Peta jalan yang diharapkan bisa menjadi landasan resmi tiba-tiba seolah terlupakan oleh agenda-agenda lain.
Menurut Ketua Umum Dekarindo Aziz Pane, kabar mengenai peta jalan tersebut sayup-sayup menghilang setelah per-ombakan kabinet yang dilakukan pada kuartal ketiga 2015.
Dalam kesempatan diskusi akhir tahun yang diadakan Kemenperin, Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Panggah Susanto mengatakan bahwa rendahnya harga komoditas karet juga meng-khawatirkan pemerintah.
Untuk itu, pihaknya berupaya untuk melakukan diversifikasi produk di dalam negeri, seperti aspal dengan campuran karet dan juga lateks. Dia mengatakan pihaknya sedang membuat pilot project untuk dua rencana tersebut, yang bisa jadi solusi untuk penghiliran karet.
Sayangnya, dia enggan berkomentar banyak mengenai peta jalan yang jalan ditempat. Bahkan untuk memaparkan kendala yang dihadapi. “Ya, kami sedang mulai lagi, sedang digerakkan kembali. Peta jalannya sudah ada, cuma action-nya kan harus satu satu,” ujarnya singkat.
Bisa saja, pemerintah sedang ter-alihkan dengan kesibukan mengurus paket kebijakan yang berantai. Namun, bukankah karet juga menjadi salah satu sektor industri prioritas?