Bisnis.com, JAKARTA--Di penghujung tahun lalu, pemerintah menerbitkan dua instrumen surat berharga negara dengan cara private placement senilai total Rp11,66 triliun.
Berdasarkan keterangan resmi Kementerian Keuangan, dua instrumen surat utang yang diterbitkan serentak pada Rabu (30/12/2015) berupa surat berharga negara syariah (SBSN) atau Sukuk seri PBS-006 dan surat utang negara seri FR0038 (tradeable), seri SPNNT20160129 dan SPNNT20160229 (nontradeable).
Emisi Sukuk tradeable di akhir 2015 itu meraup dana sebesar Rp553 miliar dengan yield 8,99% dan imbal hasil per tahun 8,25%. Sukuk dengan imbal hasil tetap ini bertenor 5 tahun dan akan jatuh tempo pada 15 Desember 2020.
Sementara itu, total dana yang diraup dari penerbitan tiga seri SUN mencapai Rp11,11 triliun. Nilai terbesar diraup dari emisi surat perbendaharaan negara seri SPNNT20160229 senilai Rp8,75 triliun. SPN nontradeable yang jatuh tempo pada 29 Februari 2016 ini dilepas dengan tanpa kupon atau secara diskonto dengan yield 7,15%.
Sejenis dengan SPNNT20160229, private placement SPNNT20160129 menghasilkan dana Rp1,5 triliun dengan yield 7,1%. Obligasi negara ini akan jatuh tempo pada 29 Januari 2016.
Pada private placement kali ini, SUN seri FR0038 diterbitkan dengan kupon sebesar 11,6% dan yield 8,67%. Nilai yang ditarik pemerintah dari penerbitan SUN ini mencapai Rp860 miliar. Obligasi negara yang dapat diperdagangkan ini bertenor 2,5 tahun dan akan jatuh tempo pada 15 Agustus 2018.
Merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan No. 08/2013, institusi yang diperkenankan untuk membeli SUN yang diterbitkan dengan cara private placement adalah Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan, Badan Layanan Umum, Pemerintah Daerah atau Dealer Utama.
Khusus BI hanya diperbolehkan membeli SPN private placement. Dengan private placement tersebut, total kepemilikan BI atas SBN mencapai Rp148,91 triliun hingga 31 Desember 2015.
Direktur SUN Kementerian Keuangan Loto S. Ginting mengakui emisi obligasi negara dengan cara private placement merupakan upaya pemerintah menutup defisit APBN-P 2015 di akhir tahun anggaran. Pasalnya, defisit membengkak dari rencana 1,9% dari PDB menjadi 2,8%.
"UU APBN-P 2015 memang memungkinkan pembiayaan pelebaran defisit APBN melalui SBN, termasuk transaksi private placement. Imbal hasilnya memperhatikan perkembangan harga SBN di pasar sekunder," ujarnya dalam pesan singkat, Senin (4/1/2016).
Dengan emisi ini, realisasi sementara pembiayaan APBN-P 2015 tercatat sebesar Rp329,4 triliun atau 148% dari rencana semula. Bengkaknya pembiayaan dimaksudkan untuk menutup defisit anggaran yang juga melonjak menjadi Rp318,5 triliun atau 143,2% dari target Rp222,5 triliun. Dengan realisasi pembiayaan tersebut, APBN-P 2015 mencatat sisa lebih pembiayaan anggaran (Silpa) Rp10,8 triliun.