Bisnis.com, JAKARTA -- Penelusuran empat organisasi lingkungan dan HAM menemukan ketidakpatuhan perusahaan pemegang izin dalam penerapan SVLK di Sumatra Utara, Kalimantan Utara dan Maluku Utara.
Empat organisasi itu adalah Forest Watch Indonesia, Jaringan Pemantau Independen Kehutanan, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara dan Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat. Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) adalah upaya yang dibangun untuk memerangi pembalakan liar dan perdagangan kayu ilegal.
Muhammad Kosar, Dinamisator dari JPIK, mengungkapkan masih ada konflik antara masyarakat dengan perusahaan hutan tanaman industri di Kabupaten Simalungun, Sumatra Utara. Menghindari konflik sosial adalah salah satu syarat yang diberlakukan dalam SVLK.
"Penebangan dan perampasan Hutan Kemenyan milik masyarakat adat oleh perusahaan menjadi penyebab konflik dan menghilangkan sumber-sumber kehidupan masyarakat," kata Kosar dalam rilis bersama FWI yang dikutip Bisnis.com, Kamis (24/12/2015).
Tim penelusuran juga menemukan adanya penebangan dan pembukaan lahan yang berada di wilayah gambut dalam di Kalimantan Utara. Perusahaan juga diduga menyerobot lahan masyarakat karena tidak adanya tata batas lahan yang jelas.
Kosar juga menuturkan pihaknya menemukan perusahaan pemasok di Maluku Utara tak memiliki pasokan maupun sumber yang legal. Di tingkat hilir, perusahaan yang berada di Sulawesi Selatan malah menerima suplai kayu dari perusahaan tersebut.
"Sulitnya akses informasi terkait aktifitas perusahaan menjadi kendala utama pengawasan dari masyarakat. Keterbukaan informasi dalam pengelolaan hutan menjadi kunci agar masyarakat mengetahui mana aktifitas perusahaan yang legal dan ilegal," kata Mufti Barri, Juru Kampanye FWI.