Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pendapatan Tergerus, POLY Desak Penerapan Antidumping Produk Tekstil

Industri benang/Ilustrasi-Bisnis
Industri benang/Ilustrasi-Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA - PT Asia Pacific Fibers Tbk. (POLY) meminta pemerintah segera menerapkan bea masuk antidumping terhadap impor beberapa jenis tekstil menyusul kinerja pendapatan perseroan yang terus merosot.

POLY mencatat impor serat (staple fibers) terus melonjak dari 108.015 ton pada 2012 menjadi 131.942 ton pada 2014. Dalam angka, nilai impor komoditas itu melesat dari US$200,76 juta menjadi US$247,19 juta.

Impor benang (filament yarn) pun naik dari 82.548 ton menjadi 88.518 ton. Secara nominal, nilainya meningkat dari US$185,21 juta menjadi US$187 juta. 

Lonjakan impor juga terjadi pada kain (woven fabrics), yakni dari 1.626 ton menjadi 43.526 ton. Dalam angka, nilainya berlipat dari US$18,82 juta menjadi US$315,99 juta. 

Bersamaan dengan itu, kinerja top line emiten tekstil itu terus menurun. Pada 2012, pendapatan bersih perseroan tercatat US$599,33 juta, tetapi kemudian merosot 17,65% menjadi US$493,57 juta pada 2014. 

Harga produk impor yang murah membanjiri pasar Indonesia dan menggerus marjin poliester. Akibatnya, rugi bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk membengkak dari US$32,12 juta menjadi US$79,94 juta. 

"Kami berharap BMAD segera diterapkan untuk memperbaiki marjin dan harga di dalam negeri," ungkap Direktur Utama POLY Ravi Shankar, pekan lalu. 

Menurutnya, penyelidikan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) menyebutkan produk impor terbukti melakukan dumping alias mematok harga di Indonesia lebuh murah ketimbang di negara asalnya.

Badan di bawah Kementerian Perdagangan itu pun telah merekomendasikan BMAD terhadap produk impor asal China, India, dan Malaysia. Meskipun demikian, otoritas fiskal belum menetapkan BMAD. 

Penurunan kinerja top line berlanjut hingga 2015. Sepanjang Januari-September, perseroan hanya membukukan pendapatan bersih US$301,46 juta, anjlok 20,73% dari raihan periode sama tahun lalu. 

"Kami memperkirakan sampai Desember, pendapatan kami hanya US$385 juta. Tahun depan pun, kalau kondisi masih sama, pendapatan kami mungkin di kisaran US$395 juta-US$400 juta," kata Ravi.

Meskipun demikian, rugi bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk menciut drastis 95,59% dari US$34,89 juta pada Januari-September 2014 menjadi US$1,54 juta pada periode sama tahun ini. 

Perseroan mengurangi beban pokok penjualan 25,03% dari US$390,51 juta menjadi US$292,75 juta. Beban pabrikasi pun dipangkas 26,57% dari US$89,17 juta menjadi US$65,48 juta. 

Efisiensi a.l. ditempuh dengan memenuhi kebutuhan listrik sendiri untuk unit produksi Karawang setelah perseroan membeli power plant dan meneken perjanjian jual beli gas senilai US$9 per MMBtu dengan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. (PGAS). 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sri Mas Sari

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper