Bisnis.com, JAKARTA--Terbangunnya beberapa fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) tahun depan diharapkan mampu menunjang kegiatan pertambangan mineral di tengah kondisi pasar yang penuh ketidakpastian.
Ketua Indonesian Mining Institute (IMI) Irwandy Arif mengatakan sebagian proyek pembangunan smelter memang tidak berjalan sesuai rencana. Namun, berapapun jumlah yang terbangun akan sangat membantu perusahaan yang saat ini terkendala larangan ekspor mineral mentah.
"Penambahan smelter akan memulai pertumbuhan positif pertambangan mineral. Namun, harus didukung oleh rencana strategis industri hilirnya," katanya kepada Bisnis, Kamis (10/12/2015).
Menurutnya, secara umum kondisi pertambangan mineral di Indonesia pada tahun depan tidak akan banyak berubah secara signifikan. Pasalnya, situasi perekonomian dunia juga masih berada dalam tekanan.
Dia menilai baik pemerintah maupun pengusaha justru harus mewaspadai kondisi yang lebih buruk dibandingkan dengan tahun ini. "Mungkin akan melambat bila tidak ada penaikan harga," tuturnya.
Adapun berdasarkan proyeksi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), akan ada tujuh tambahan smelter baru pada tahun depan.
Dari jumlah tersebut, akan ada 3 smelter nikel dengan total kapasitas produksi feronikel (FeNi) dan nickel pig iron (NPI) sebanyak 767.000 ton, 1 smelter bauksit yang kapasitas produksi tahap pertamanya sebanyak 1 juta ton, serta 3 smelter timbal dan seng dengan total kapasitas produksi 57.000 ton.
Untuk tahun ini, ada 6 smelter nikel baru yang beroperasi dengan total kapasitas produksi sebanyak 524.000 ton. Adapun untuk komoditas bauksit serta timbal dan seng, tidak ada smelter baru yang berhasil dibangun tahun ini.
Padahal, sebelumnya ada 12 smelter nikel baru yang diproyeksikan bisa selesai pembangunannya tahun ini dengan total kapasitas bijih mencapai 6,47 juta ton.
Sementara itu, terkait dengan ketersediaan pasokan bijihnya, Kepala Subdirektorat Pengawasan Pengoperasian, Produksi, dan Operasi Mineral Kementerian ESDM Syamsu Daliend mengatakan idealnya kecukupan pasokan bijih minimal untuk 40 tahun.
Menurutnya, kecukupan pasokan tersebut akan menjadi jaminan bagi para investor agar mau membangun smelter di Indonesia. "Harusnya cadangan bijih untuk 40 tahun karena titik impas investasi smelter kan lama. Bisa sampai tujuh tahun setelah beroperasi," katanya.
Untuk mendukung hal tersebut, pemerintah harus terlebih dahulu memiliki data mengenai cadangan yang akurat. Menurutnya, untuk para pemegang Kontrak Karya (KK) data yang dibutuhkan sudah cukup lengkap.
Dia mengungkapkan berbeda dengan cadangan mineral di luar negeri, sebagian besar cadangan mineral yang terpantau di dalam negeri sebagian besar belum distandardkan.