Bisnis.com, JAKARTA— Kalangan pelaku industri panel surya menganggap diterbitkannya beleid tentang pemasangan pembangkit listrik tenaga surya rooftop menjadi momentum tumbuhnya kapasitas pabrik nasional yang saat ini hanya berkisar 30%.
Ketua Umum Asosiasi Pabrikan modul Surya Indonesia (Apamsi) Darman Mappangara mengatakan untuk mendorong industri panel surya, keterlibatan pemerintah menjadi penentu berkembangnya industri tersebut. Sebelumnya, pada 2013, pemerintah menerapkan feed in tariff dari PLTS. Lewat beleid yang diterbitkan tahun lalu ini, pemerintah menetapkan harga tertinggi listrik senilai US$0,25 per kwh.
“Keterlibatan pemerintah akan sangat menentukan meningkatkan kapasitas pabrik nasional menjadi 200%. Sudah ada beleid terkait feed in tariff PLTS, sekarang kami menunggu aturan mengenai rooftop,” tuturnya kepada Bisnis, Kamis (10/12/2015).
Dari enam perusahaan yang bernaung dalam Apamsi, kapasitas terpasang sebesar 25% - 30% dari total kapasitas 110 megawatt per tahun. Sementara itu, kemungkinan untuk meningkatkan kapasitas produksi dapat dilakukan hingga 220 mw per tahun.
Saat ini, kemampuan produksi panel surya terbesar dimiliki oleh PT Len Industri dengan kapastas 30 MW dengan tingkat kandungan lokal sebesar 41%. Darman mengatakan dengan potensi lonjakan pasar akibat dibebaskannya rumah tangga menjual listrik kepada pemerintah, kebutuhan panel surya akan meningkat.
“Sekarang panel surya itu industri hilir, Indonesia juga akan mempersiapkan sektor hulunya dengan membangun pabrik solar cell. Hadirnya fasilitas produksi tersebut, akan memasok kebutuhan produksi panel surya,” katanya.