Bisnis.com, JAKARTA—Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia atau Apersi (versi munas Jakarta) optimis menaikkan target pengembangan hunian murah tahun depan seiring berbagai kebijakan pemerintah untuk mendorong daya beli masyarakat berpenghasilan rendah atau MBR.
Ketua Umum Apersi (munas Jakarta) Anton R. Santoso menuturkan, pada tahun ini organisasinya mengincar pembangunan rumah bersubsidi sejumlah 50.000 unit. Adapun jumlah pengembang yang terlibat berkisar 70% dari 1.700 anggota asosiasi.
Menurutnya, penyediaan rumah murah pada 2015 agak terhambat karena adanya Peraturan Menteri Perumahan Rakyat no.3/2014 tentang Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan atau FLPP.
Beleid tersebut menuliskan, subsidi bunga FLPP diperuntukkan hanya untuk pembiayaan rumah susun, tidak lagi bagi rumah tapak dan berlaku mulai 1 April 2015.
Akibatnya, para pengembang sudah mulai mengerem pembelian tanah untuk pembangunan rumah tapak bersubsidi. Mereka menunggu kebijakan lanjutan, karena investasi mendirikan rumah susun membutuhkan biaya besar.
Bak gayung bersambut, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menerbitkan Peraturan Menteri PUPR Nomor 20/PRT/M/2014 sebagai pengganti Permenpera no.3/2014. Instrumen hukum yang baru membolehkan rumah tapak mendapatkan kemudahan FLPP.
“Pada waktu itu, pengembang langsung mengerem investasi tanah untuk bangun rumah murah. Ketika dibuka kembali [FLPP rumah tapak] akhir 2014, percepatan suplai rumah subsidi sudah terlanjur berkurang,” tuturnya di sela perayaan HUT Ke-17 Apersi, Senin malam (30/11/2015).
Menurutnya, dengan keterbukaan Kementerian PUPR saat ini terhadap seluruh pemangku kepentingan di bidang papan, dan berbagai kemudahan untuk mendongkrak tingkat permintaan, suplai rumah subsidi pada 2016 akan meningkat.
Apersi menaikkan target pencapaian pembangunan hunian murah pada tahun depan sebanyak 75.000 unit – 100.000 unit. Salah satu faktor yang mendukungnya ialah pengembang sudah melakukan investasi tanah sejak awal.
Bila mengaitkan dengan kondisi ekonomi nasional, Anton menilai percepatan pertumbuhan masih berjalan lambat tahun depan, sehingga permintaan rumah komersial masih cenderung stagnan. Sedangkan pasar hunian murah akan terus meningkat.
Dia pun berharap pemerintah sudah memberikan solusi agar pekerja informal dengan pendapatan tidak tetap bisa mengakses kredit pemilikan rumah atau KPR di perbankan, karena jumlah pasarnya yang sangat besar.
Sebenarnya, pekerja informal memiliki daya beli yang bagus, tetapi terhambat karena dianggap tidak bankable.