Bisnis.com, JAKARTA – Setelah sempat melemah sepanjang tahun ini, impor susu diprediksi kembali meningkat pada 2016. Pasalnya, pertumbuhan produksi susu lokal tidak mampu mengimbangi pertumbuhan konsumsi susu di Tanah Air.
Laporan yang dipublikasikan United States Department of Agriculture (USDA) mengungkapkan industri-industri besar produsen susu di Indonesia menilai permintaan produk asal susu semakin tinggi sedangkan produksi susu segar lokal cenderung stagnan.
Pelaku industri susu yang membangun kemitraan dengan produsen susu skala kecil mengaku minimnya susu produksi dalam negeri mendorong mereka untuk mencampur susu lokal dengan bahan-bahan komposisi susu yang mereka impor untuk mencapai tingkat kecairan sesuai.
“Produksi susu diprediksi meningkat ke level 73.000 metrik ton pada tahun ini, dari 72.000 metrik ton pada tahun sebelumnya. Saat ini produksi susu lokal hanya berkontribusi sebanyak 20% terhadap total pasokan ke industri susu nasional,” terang laporan yang dipublikasikan USDA pekan lalu tersebut.
Padahal, Indonesia membutuhkan hinga 3,8 juta ton susu per tahun untuk keperluan bahan baku produk olahan susu. Tahun ini, impor susu bubuk diprediksi menurun ke level 51.000 metrik ton dari 53.000 tahun lalu, dan diproyeksikan kembali terkerek hingga 53.000 metrik ton pada tahun depan.
Impor lainnya yaitu non fat dry milk yang tidak diproduksi di dalam negeri diprediksi mencapai 215.000 metrik ton tahun depan dari 205.000 metrik ton tahun ini. Memang, data Dewan Persusuan Nasional menunjukkan 83% kebutuhan susu nasional dipenuhi dari impor.
Adapun, industri susu skala besar hanya terkonsentrasi di Pulau Jawa, dengan produksi di bawah 30 liter per sapi per hari. Bedasarkan informasi yang dihimpun USDA, beberapa produsen susu berencana mengekspansi pabrik mereka hingga ke Pulau Sumatera dalam 2-3 tahun mendatang.
Secara rinci, Data Kementerian Pertanian menunjukkan produksi susu per hari per sapi yaitu 10-11 liter. Namun, peternak sapi perah lokal belum terkelompokkan dengan baik sehingga mereka hanya memasok susu melalui koperasi-koperasi setempat.
Laporan tersebut juga mengungkapkan stagnasi permintaan impor susu sepanjang tahun ini disebabkan oleh pelemahan daya beli masyarakat. Apalagi, harga produk susu terbilang naik cukup signifikan. Data Kemendag menunjukkan harga susu kental manis pada Januari Rp11.700, namun naik hingga Rp13.400 pada Oktober lalu.
“Tahun ini, konsumsi susu diprediksi menurun dari tahun lalu ke level 123.000 metrik ton, namun akan naik hingga 126.000 metrik ton pada tahun depan.”
Selain itu, kian bertambahnya populasi kalangan kelas menengah Indonesia pun diproyeksikan akan mengerek konsumsi susu dan impor bahan baku tahun depan. Di samping itu, pelaku usaha Tanah Air optimistis industri berbasis susu akan melanjutkan ekspansinya.
Akumulasi peningkatan permintaan produk susu, stagnasi produksi susu dalam negeri, dinilai menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang prospektif bagi negara-negara pengekspor susu. Saat ini, lima negara terbesar pemasok susu ke Indonesia yaitu AS, Australia, Selandia Baru, Belgia, dan Kanada.
Beberapa negara pun tercatat tengah berupaya memasok susunya ke Indonesia seperti Uruguay dan Austria.
Sementara itu, Direktur Pembibitan Ternak mengakui impor susu berpotensi meningkat karena meski secara nasional produksi susu mengalami meningkatan, namun kenaikan permintaan melebihi laju pertumbuhan produksi.
“Sebenarnya secara nasional produksinya naik tapi laju permintaannya itu melebihi laju pertumbuhan produksi dalam negeri sehingga kalau dipresentasekan, secara total menurun [terhadap permintaan],” kata Ali.