Bisnis.com, JAKARTA--Perusahaan-perusahaan yang memanfaatkan hutan untuk kepentingan bisnis didesak bertanggung jawab membiayai kebutuhan restorasi lahan gambut nasional.
Hal itu disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam pembukaan acara International Experts Roundtable Discussion (IRTD) di Jakarta, Jumat(13/11/2015).
"Kami akan meminta korporasi yang memanfaatkan lahan untuk merehabilitasi lahan masing-masing, kami minta tanggung jawab bersama," katanya.
JK menyebutkan, selama ini korporasi hanya memanfaatkan hasil hutan nasional tanpa memberi kontribusi signifikan terhadap lingkungan tersebut. Dana hasil hutan bahkan disimpan di negara tetangga dan tidak memberi manfaat terhadap fiskal maupun moneter domestik.
"Jangan hanya dana hasil hutan dan hasil kebun disimpan di Singapura, tapi dikembalikan ke alam yang telah menghasilkannya," tutur JK.
Selain meminta pertanggungjawaban dana restorasi, pemerintah juga akan mengambil langkah hukum yang tegas terhadap korporasi yang terbukti merusak lingkungan.
Selain dana korporasi, biaya restorasi gambut juga akan berasal dari anggaran pemerintah. Tak hanya itu, pemerintah juga bekerja sama dengan Bank Dunia, dan lembaga perwakilan Prancis.
Selain itu, pemerintah akan memanfaatkan fasilitas dana hibah reducing emission deforestation and forest degradation + (REDD+) dari Norwegia yang tersedia senilai total US$1 miliar.
Dari total US$1 miliar, fasilitas dana hibah yang digunakan sampai saat ini baru sebesar US$30 juta.
Nantinya, pemerintah akan mengajukan penggunaan dana senilai US$200 juta untuk kebutuhan program restorasi.
"Ya masih ada US$970 juta, tapi akan juga dipakai kurang lebih US$200 juta," sebut JK beberapa waktu lalu.
Sebelumnya, dana hibah program REDD+ diarahkan untuk mendukung upaya memerangi deforestasi atau penebangan hutan dan menjaga tata kelola guna lahan yang efisien demi mengurangi emisi karbon.
Indonesia dianggap memiliki peran besar dalam mengurangi emisi karbon dunia. Alasannya, menurut data komunikasi internasional pada Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) tahun 2006, total emisi di Indonesia untuk hutan dan gambut mencapai 2,9 Gigaton.
Sehingga, target perbaikan kualitas hutan di Indonesia, secara langsung atau tidak, akan mengurangi emisi karbon dunia.
Pada Oktober 2009, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berkomitmen mengurangi emisi karbon sebesar 26 persen hingga 41 persen sampai 2020 dengan dukungan internasional.
Salah satu bentuk dukungan itu adalah dana yang dihibahkan oleh Norwegia.