Bisnis.com, Jakarta--Asosiasi Logistik Indonesia menilai perpanjangan kontrak PT Pelabuhan Indonesia II dengan Hutchison Ports Holding (HPH) untuk Jakarta International Container Terminal (JICT) sangat berisiko.
Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham Masita mengatakan Pelabuhan Tanjung Priok belum tentu menjadi pelabuhan utama untuk ekspor dan impor sesuau dengan peraturan presiden tentang sistem logistik nasional.
Selama jangka waktu kontrak 20 tahun dengan pihak asing itu, sambungnya, memungkinkan munculnya potensi pelabuhan baru yang akan menjadi pelabuhan utama. Dia memprediksi Pelabuhan Kuala Tanjung, Bitung, bakal menjadi potensi besar menggantikan Priok karena letaknya di pinggir Indonesia sehingga dapat meratakan volume keluar Jawa.
"Ke depan belum tentu Priok menjadi pelabuhan utama untuk ekspor dan impor sesuai denga Perpres tentang Sislognas, dengan kontrak jangka panjang maka pemerintah RI secara tidak langsung terikat dalam menyusun blueprint pelabuhan untuk masa depan," jelasnya, Minggu (1/11/2015).
Dalam kontrak baru, Pelindo II mendapat porsi kepemilikan saham sebesar 51% atau lebih besar 2% ketimbang kontrak lama. Nilai manfaat keuntungan dari kontrak yang diperpanjang hingga 2039 itu senilai US$486,5 juta atau setara Rp6,6 triliun.
Lebih lanjut, dia mengatakan perpanjangan kontrak JICT dengan HPH tanpa menunggu berakhirnya kontrak lama di 2019 menunjukkan Pelindo II tengah membutuhkan dana untuk menyelesaikan Pelabuhan New Priok atau Kalibaru.
Dia khawatir Pelabuhan New Priok yang dioperatori Port of Singapore untuk Terminal 1 tidak dapat berkembang karena dapat mengancam keberlangsungan pelabuhan di Singapura.
"Tapi apakah PSA mau membesarkan Kalibaru kalau sampai mengancam keberlangsungan Pelabuhan di Singapura apalagi kapasitasnya akan dikembangkan sampai 65 juta Teus," ucapnya.