Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tidak Lakukan PHK, Pemerintah Diminta Kasih Insentif Pajak

Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar mengusulkan kepada pemerintah agar memberikan insentif pajak (pajak badan, bea impor dll) kepada perusahaan yang tidak mengambil kebijakan PHK terhadap pekerja atau buruhnya.
Warga mengantre pelayanan pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) di Kantor BPJS Ketenagakerjaan Solo, Selasa (1/9). Antrean terjadi pada hari pertama pencairan JHT untuk karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan berhenti kerja. /Bisnis.com
Warga mengantre pelayanan pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) di Kantor BPJS Ketenagakerjaan Solo, Selasa (1/9). Antrean terjadi pada hari pertama pencairan JHT untuk karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan berhenti kerja. /Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA -  Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar mengusulkan kepada pemerintah agar memberikan insentif pajak (pajak badan, bea impor dll) kepada perusahaan yang tidak mengambil kebijakan PHK terhadap pekerja atau buruhnya.

"Selain itu, ada keterlibatan APBN untuk pelatihan bagi pekerja yang ter-PHK dan dukungan modal. Modal bisa dialokasikan dari Dana KUR (Kredit usaha rakyat) dengan bunga ringan," kata Timboel Siregar, di Jakarta, Senin (5/10/2015), memberikan usulan terkait dengan paket ekonomi pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Timboel mengatakan bahwa pemerintah sudah mengeluarkan dua paket kebijakan ekonomi tapi tampaknya dua kebijakan ini belum mampu menjawab permasalahan buruh yang terus diancam PHK. Untuk itu, OPSI mengusulkan beberapa hal yang bisa mendukung dan membantu buruh ketika akan dan telah ter PHK.

"Ada peran riil pengawas ketenagakerjaan yang harus hadir di perusahaan untuk memastikan alasan PHK yang dilakukan perusahaan. Jangan juga kondisi ekonomi saat ini dimanfaatkan untuk mem-PHK pekerja yang sudah lama bekerja dan akan digantikan dengan pekerja OS (Outsourcing) dan Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu (PKWT). Pengawas harus bisa memastikan hak normatif pekerja dibayarkan oleh pengusaha ketika proses PHK sedang diproses," katanya.

OPSI juga mendesak Mahkamah Agung (MA) untuk mengeluarkan surat edaran kepada seluruh hakim Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) agar mempercepat proses penyelesaian PHK akibat kondisi ini terutama bagi PHK massal. Demikian juga proses di MA agar didahulukan sehingga pekerja cepat mendapatkan kepastian hukum dan pesangon serta hak-hak lainnya. Bila alasan PHK tidak jelas maka PHI dan MA harus berani menyatakan pekerja untuk bekerja kembali Selain itu, OPSI juga mendesak BPJS Kesehatan untuk proaktif mengirim pengawas dan pemeriksa BPJS kesehatan ke perusahaan-perusahaan yang melakukan PHK ini (sesuai Pasal 13 PP 86/2013) untuk memastikan iuran pekerja masih dibayar ke BPJS Kesehatan sehingga pekerja dan keluarganya masih menerima pelayanan BPJS Kesehatan dalam proses PHK tersebut.

"Pada kondisi pekerja dan perusahaan sudah mencapai kesepakatan tentang PHK (untuk seluruh alasan PHK) maka BPJS kesehatan harus tetap melayani kesehatan pekerja dan keluarganya selama 6 bulan ke depan sesuai Pasal 21 UU no. 40/2004," tegas Timboel Siregar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Martin Sihombing
Sumber : ANTARA
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper