Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Melihat Geliat Bisnis Transportasi Udara di Timor Leste

Negara ini hanya mengoperasikan satu bandara sejak merdeka, sehingga satu-satunya pintu gerbang untuk perjalanan udara ke Dili adalah Bandar Udara Internasional Nicolau Lobato.
Bandara Nicolau Lobato, Timor Leste/airport-worldwide.com
Bandara Nicolau Lobato, Timor Leste/airport-worldwide.com

Bisnis.com, TIMOR LESTE - Hanya perlu waktu satu jam dan empat puluh menit untuk terbang dengan pesawat dari Denpasar menuju ibu kota negara Timor Leste atau Timor Lorosa’e, Dili.

Negeri timur tempat matahari terbit ini sempat menjadi bagian dari Indonesia 16 tahun lalu. Hingga akhirnya sejarah mengantarkan negara ini kepada sebuah referendum pada 30 Agustus 1999, dengan hasil 344.580 orang memutuskan memerdekakan diri dari Indonesia.

Negara ini hanya mengoperasikan satu bandara sejak merdeka, sehingga satu-satunya pintu gerbang untuk perjalanan udara ke Dili adalah Bandar Udara Internasional Nicolau Lobato.

Sebenarnya, bandar udara ini jauh sekali dari kesan internasional. Bayangkan, panjang landasan pacu bandara hanya mencapai 1.800 km.

Secara infrastruktur, bandar udara berstatus UPT milik Kementerian Perhubungan Indonesia dipastikan jauh lebih baik dibandingkan dengan Nicolau Lobato.

Tak heran, pesawat yang lalu lalang di bandara ini hanya Airbus 319, Airbus 320 atau Boeing 737-500.

Kendati hanya beroperasi hingga jam enam sore akibat kurangnya infrastruktur navigasi udara untuk perjalanan malam hari, keberangkatan pesawat dari Bandar Udara Nicolau Lobato cukup ramai dengan rata-rata per hari sebanyak 13 hingga 20 penerbangan.

Rute yang tersedia di bandara ini pun tidak banyak. Hanya ada tiga rute internasional sejauh ini, yaitu Denpasar-Dili, Dili-Singapura dan Dili-Darwin. Tercatat hanya tiga maskapai yang aktif, a.l. Air Timor, Sriwijaya dan Air North.

Sementara itu, hampir setengah dari jumlah penerbangan di sana dijalankan oleh Air Timor. Sebuah maskapai carter berjadwal yang sudah beroperasi di Timor Leste sejak 2008.

Dalam operasinya, maskapai ini sama sekali tidak memiliki pesawat. Apa yang Air Timor lakukan hingga saat ini adalah bertahan dengan menjalin kerjasama dengan Silk Air dan baru-baru ini dengan Citilink.

Kerjasama dengan Silk Air telah terjalin sejak Air Timor beroperasi di negara tersebut.

Syed Abdul Rahman, Manager Air Timor for Dili & Denpasar, mengatakan jadwal penerbangan dengan pesawat Silk Air rute Dili-Singapure bisa dijumpai sebanyak tiga kali dalam seminggu.

Sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak, Air Timor meminjam setidaknya dua unit Airbus 319 untuk beroperasi. Menurut Rahman, pasar Dili-Singapura cukup menjanjikan dan kian berkembang.

“Ya, karena Singapura sebagai hub melayani banyak penerbangan menuju Eropa,” ujarnya.

Selain itu, beberapa penumpang internasional asal China, Bangladesh, Pakistan dan sekitarnya memilih Singapura sebagai tempat transit karena Bandar Udara Changi menerapkan sistem ‘transit gratis’ yang tentu belum dimiliki oleh Bali, Indonesia. Kendati, Bandar Udara Ngurah Rai juga merupakan hub besar.

“Kalau Anda pemegang paspor Pakistan, Anda sulit transit di Bali lkarena harus mengurus imigrasi dan masuk kembali. Sementara itu, Bandara Changi membuat perizinan lebih mudah, terutama bagi warga negara seperti Bangladesh, China, dan India,” jelas Rahman.

Maka tak heran, tingkat keterisian Air Timor dalam rute tersebut mencapai rata-rata 70%.

Kendati belum memiliki AOC (Air Operator’s Certificate), semangat maskapai carter berjadwal ini cukup besar. Sehingga pada Agustus 2014, Direktur Air Timor Abessy Bento melakukan penandatanganan kerjasama dengan Garuda Indonesia untuk melayani rute Denpasar-Dili mulai Oktober tahun yang sama.

Penandatangan itu dilakukan oleh kedua belah pihak, di hadapan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Timor-Leste Xanana Gusmao.

Dalam perjanjian itu, penerbangan dengan Garuda Indonesia termasuk ke dalam kategori pelayanan full service ini akan meliputi 12 kursi kelas bisnis dan 84 kursi kelas ekonomi.

Namun, dalam perjalanannya, Air Timor memutuskan untuk mengalihkan kerjasama dengan Garuda Indonesia kepada Citilink Indonesia yang masih berdiri dalam satu grup dengan maskapai pelat merah berlambang burung tersebut.

Tidak diketahui apa alasan rinci mengapa ada peralihan kerjasama pinjam pakai pesawat tersebut. Hingga akhirnya, pada 5 Juni 2015, Citilink dan Air Timor menandatangani kerjasama penyediaan pesawat.

Baru pada 13 September 2015, Air Timor mengandeng Citilink resmi terbang dari Denpasar ke Dili.

“Rute Denpasar–Dili ini merupakan kerjasama strategis dengan Air Timor melalui pola kerjasama penerbangan charter berjadwal yang saling menguntungkan,” ujar Benny Butarbutar, VP Corporate Communication Citilink Indonesia.

Menurutnya, pengembangan bisnis ke Timor Leste sejalan dengan strategi eskpansi Citilink ke wilayah luar Sumatra, Jawa dan Bali.

Ditambah, kedatangan pesawat Airbus ke-36 pada September ini akan mempertegas arah perusahaan untuk memulai penerbangan ke Indonesia Timur dan regional Asia, serta Australia.

Sementara itu, di hari ke-4 Air Timor mengandeng Citilink tampak penumpang dari Denpasar menuju Dili cukup signifikan.

“Satu kali terbang bisa 80% lah. Untuk Air Timor kita tidak akan menjual terlampau murah sehingga tidak masuk akal dan tidak menguntungkan,” ungkap Rahman.

Oleh sebab itu, Air Timor bersama Citilink tetap memberikan layanan full service kepada penumpangnya untuk rute Denpasar-Dili.

Namun, secara keseluruhan perusahaan masih melihat kerjasama dan operasinya bersama Citilink.

“Pasalnya, kita baru buka dengan Citilink. Kita mulai dengan Garuda pada Oktober tahun lalu. Kami masih mempelajari pasar karena kompetisi di Indonesia sangat berbeda,” ujarnya.

Menurut Rahman, maskapai Indonesia memperhatikan komponen harga, sehingga dulu antar Merpati Air dan Sriwijaya saling bersaing di sisi harga.

Bahkan, dia menambahkan persaingan untuk maskapai udara di Dili tidak mungkin bisa berjalan bila jumlah pesaing bisnis lebih dari dua maskapai mengingat jumlah penduduk yang terbilang kecil dan terbatasnya segmen pasar maskapai.

“Untuk Denpasar hanya bisa dua maskapai saja, satu lagi kita punya maskapai yang buka di sini untuk rute Denpasar. Pasarnya pasti akan tumbuh datar,” tembahnya.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hadijah Alaydrus
Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper