Bisnis.com, JAKARTA - Kedutaan Besar Belanda di Indonesia bersama-sama dengan Asean Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR) menggelar diskusi publik mengenai pedoman bisnis dan hak asasi manusia (HAM) pada awal September.Salah satu tujuannya adalah mendorong praktik bisnis berkelanjutan dan manfaatnya diperoleh pemangku kepentingan.
Bisnis secara eksklusif mewawancarai Rob Swartbol, Duta Besar Kerajaan Belanda di Jakarta, terkait isu bisnis dan HAM. Berikut cuplikannya.
T: Bagaimana Anda melihat upaya untuk menyeimbangkan bisnis dan HAM?
J: Itu tak mudah. Apa yang dilakukan adalah bagaimana melakukan bisnis secara berkelanjutan, dan itu tak hanya soal keuntungan, tapi juga memperhatikan masyarakat, memperhatikan lingkungan dan memperhatikan HAM. Hal-hal integral itu tak bisa dipisahkan ketika Anda ingin melakukan bisnis berkelanjutan. Jika Anda hasil yang cepat, Anda bisa lakukan tanpa CSR, tapi itu tak akan bertahan lama.
T: Bagaimana Anda melihat komunitas bisnis di Indonesia dalam penghormatan HAM?
J: Ada kemajuan. Beberapa perusahaan multinasional Indonesia mengajak organisasi sipil atau konsultan untuk memperhatikan masalah buruh dan lingkungan. Tentunya masih banyak hal yang harus dilakukan, misalnya adanya buruh anak pada sektor perkebunan, atau waktu kerja buruh, atau gaji yang nyata-nyata berada di bawah level minimum.
Masyarakat, pemerintah, perusahaan, organisasi sipil dan pemangku kepentingan lainnya, harus duduk bersama dan mengatakan apa yang kita peroleh? Apa yang diperoleh untuk Indonesia? Ada fondasi yang bagus untuk melakukan bisnis secara nyaman dan berkelanjutan.
T: Bagaimana Anda melihat masalah rantai pasokan?
J: Ini menjadi tantangan yang besar. Jika Anda ingin mengontrol semua rantai pasokan sampai pengolahan atau perkebunan, itu sangat sulit. Dalam konteks itu, sebagian pekerjaan disubkontrakkan. Ini sangat kompleks. Tapi ini sangat penting bagi komunitas bisnis, untuk mengambil tanggung jawab, sebisa mungkin dapat mengontrol seluruh rantai pasokan.
Walaupun, mereka bisa saja mengatakan kami hanya bertanggung jawab atas produk atau produk setengah jadi karena kami membelinya, dan rantai pasokan bukan menjadi masalah kami. Jika Anda adalah pebisnis yang bertanggung jawab, maka Anda harus bertanggung jawab terhadap seluruh rantai pasokan.
Tentu, Anda tak bisa lakukan sendiri, Anda butuh bantuan pemerintah, Anda juga butuh organisasi akar rumput, mereka mengetahui apa yang tengah terjadi. Jadi, saya akan mendesak perusahaan untuk tetap melibatkan organisasi-organisasi tersebut, karena tak ada pebisnis yang mau mendapatkan masalah negatif terkait dengan rantai pasokan, tapi Anda tak bisa melakukannya sendiri, selama kita bersama-sama, maka bisa mampu membuat dunia yang lebih baik.
T: Apakah ada contoh bagus soal ini?
J: Perusahaan asal Belanda, Unilever misalnya. Perusahaan itu bekerja sama dengan inisiatif perdagangan berkelanjutan [IDH, organisasi yang berbasis di Utrecht], untuk melihat seluruh rantai nilai, misalnya yang terjadi pada sektor sawit. Mereka melihat deforestasi, mereka melihat kondisi buruh dan lain lain. Apakah sudah mencapai 100%? Mungkin belum, tetapi mereka sudah bekerja sama. Inisiatif itu terdiri dari kombinasi organisasi sipil, pemberi kerja, karyawan, hanya untuk menjaga keberlangsungan rantai nilai , dan menargetkan para pemilik saham berkata, "Kami ingin melakukan hal ini untuk menghormati bisnis kami, kami ingin melakukan sebaik-baiknya."
T: Apa keuntungan bekerja sama dengan banyak pemangku kepentingan?
J: Mulanya Anda akan berinvestasi, karena ini akan memakan waktu. Jika Anda melakukan bisnis yang dihormati dan berkelanjutan seperti yang telah ditetapkan oleh PBB, maka pada akhirnya Anda akan melihat bisnis berkelanjutan. Saya beberapa tahun tinggal di New Jersey, dan melihat ada satu perusahaan yang melakukan bisnisnya secara berkelanjutan, juga dengan memperhatikan buruh mereka. Namun ada pula perusahaan yang tak memperhatikan lingkungan dan HAM, dan tentu lebih sedikit membayar, dan Anda tahu, perusahaan di New Jersey itu bertahan, namun tidak bagi perusahaan yang tak memperhatikan HAM. Jadi, ketika ingin mendapatkan dukungan dari masyarakat, pemerintah dan pemegang saham, memikirkan HAM, adalah jalan untuk maju.
T: Apa yang menjadi tantangan terbesar bagi pemerintah dan komunitas bisnis di Indonesia?
J: Tantangannya adalah melibatkan seluruh pemangku kepentingan seluruhnya. Misalnya di Belanda, kami memulainya sekitar 1960-1970, bekerja sama dengan organisasi sipil, pemerintah, pemberi kerja, karyawan, serikat buruh, dan itu teristitusionalisasi, dan semuanya butuh waktu. Itu yang akan dilakukan ke depan. Dan juga masing-masing pihak jangan melihat lainnya sebagai musuh. Mempercayai satu sama lain, dan akhirnya akan mendapatkan hasil. Masyarakat, lingkungan dan keuntungan akan berjalan beriringan.