Bisnis.com, JOMBANG - Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) KH Hasyim Muzadi menyayangkan aturan tenaga asing di Indonesia, sebab mengancam tenaga kerja asal dalam negeri.
"Aturan ada, tapi pelaksanaannya tidak konsekuen, masak warga negara menganggur, mereka malah mendatangkan tenaga asing," katanya saat berkunjung ke Pondok Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Sabtu (12/9/2015).
KH Hasyim yang dikonfirmasi terkait dengan revisi Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 12 Tahun 2013 mengatakan, sebenarnya tidak perlu untuk membawa ataupun mendatangkan tenaga kerja asing ke Indonesia. Harusnya, perusahaan di Indonesia bisa mengoptimalkan tenaga kerja yang ada di dalam negeri sendiri.
"Depnaker [Kemenaker] harus atur untuk tenaga kerja bagi negara sendiri dan perusahaan jangan bawa tenaga sendiri ke sini [Indonesia]," katanya.
Kritik itu sudah diberikan ke pemerintah, dan ia berharap hal tersebut bisa diterima sebagai masukan dan dilakukan. Jika diabaikan, dikhawatirkan akan semakin banyak warga negara Indonesia yang tidak mendapatkan kesempatan kerja. Dengan itu, kondisi ekonomi warga juga akan terganggu.
Pemerintah telah menghapus persyaratan wajib berbahasa Indonesia bagi para tenaga kerja asing (TKA). Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 16 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) yang baru menggantikan Permenakertrans Nomor 12 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA).
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) M Hanif Dhakiri mengakui penghapusan syarat itu merupakan permintaan Presiden Jokowi. Ia juga menegaskan seluruh pihak tidak perlu khawatir tentang penghapusan syarat tersebut akan mengancam pekerja dalam negeri.
Hal itu seperti dalam Pasal 38 Permenaker 16 Tahun 2015, yang disebutkan setiap pemberi kerja bagi TKA wajib memiliki Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA).
Untuk mendapatkan IMTA pun, pemberi kerja wajib mengajukan permohonan secara "online" dengan mengunggah bukti pembayaran Dana Kompensasi Penggunaan TKA (DKP-TKA). Keputusan pengesahan Rencana Penggunaan TKA (RPTKA), paspor pekerja asing, foto, serta surat penunjukan TKI pendamping.
Selain itu, TKI diwajibkan memiliki pendidikan sesuai dengan syarat jabatan yang akan diduduki oleh pekerja asing, memiliki sertifikat kompetensi atau pengalaman kerja sesuai jabatan minimal lima tahun. Draf perjanjian kerja atau perjanjian melakukan pekerjaan, bukti polis asuransi di perusahaan asuransi berbadan hukum Indonesia dan rekomendasi dari instansi yang berwenang apabila diperlukan untuk TKA yang akan dipekerjakan oleh pemberi kerja TKA.
Namun, kebijakan itu ditentang sejumlah kalangan, salah satunya serikat pekerja. Ketua Konferensi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyatakan kebijakan tersebut mengancam kedaulatan bangsa serta mengurangi lapangan kerja bagi buruh Indonesia. Padahal, pekerjaan yang ditawarkan ke warga asing itu bisa dikerjakan oleh tenaga kerja asal Indonesia.
Diingatkan tujuan investasi, yaitu untuk mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan akan gagal, karena lapangan pekerjaan akan diisi tenaga kerja asing. Sementara orang indonesia sendiri tidak mempunyai penghasilan karena tidak ada pekerjaan.
Ia meminta pemerintah membatalkan pasal perjanjian investasi yang memasukkan butir membolehkan pekerja asing, serta menghentikan masuknya ratusan ribu pekerja asing khususnya dari China ke Indonesia. Mereka (tenaga kerja asal China) ke Indonesia bekerja sebagai operator.[]