Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Presiden Jusuf Kalla mengaku tak menyukai pengambilan kebijakan moneter berdasarkan keinginan pasar, termasuk pembelian kembali saham perusahaan negara.
Padahal, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) baru saja melakukan buyback saham perusahaan pelat merah dengan kisaran nilai Rp10 triliun pada akhir Agustus 2015.
Kalla mengimbau pelaku kebijakan tidak terpengaruh pada strategi perbaikan ekonomi yang hanya melalui elemen moneter. Dia mengaku tak sepakat dengan cara pengambilan kebijakan yang hanya melayani keinginan pasar keuangan.
“Saya orang yang paling tidak suka dengan cara men-service pasar. Jangan mencoba untuk buyback, tidak ada urusannya kita mem-buyback,”ujarnya, Rabu(9/9/2015).
Alasannya, pasar modal di Indonesia dikuasai oleh investor asing dengan persentase mencapai 70%. Hal itu berbeda dengan yang terjadi di bursa saham China yang hampir 90% ditempati dana investor lokal.
Menurut dia, upaya perbaikan pasar modal melalu buyback hanya melayani investor asing agar tidak merugi.
Solusi efektif untuk mencegah krisis ekonomi ialah memperbaiki sektor riil, yakni dengan meningkatkan produktifitas dalam negeri. Dengan begitu, ketergantungan teerhadap investasi asing akan berkurang dan daya tahan ekonomi semakin kuat.
Sebelumnya, Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan perusahaan negara menggunakan dana pensiun, asuransi, kas internal untuk buyback saham di lantai bursa dengan nilai total sekitar Rp10 triliun.
Buyback juga dilakukan melalui program pembelian saham oleh karyawan atau employee stock option plan (ESOP). Tujuannya, untuk memperbaiki kondisi indeks harga saham gabungan (IHSG).