Bisnis.com, JAKARTA - Wakil Presiden mengonfirmasi pinjaman Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) senilai US$400 juta atau setara Rp5,6 triliun merupakan pinjaman lama yang baru disetujui.
“Memang kita bicarakan semuanya, pinjaman yang lama, belum ada lagi pinjaman baru,” ujarnya di Kantor Wakil Presiden, Rabu (2/9/2015).
Kendati demikian, dia mengakui pemerintah memang mencari pinjaman dengan biaya bunga yang lebih murah selain pembiayaan melalui dominasi penerbitan surat berharga negara (SBN) di dalam negeri.
“Yang ada justru jual SUN, SBN, itu kan pinjaman juga, dalam negeri lebih banyak, tapi kita ingin cari dana lebih murah,”sambungnya.
Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia, pemerintah perlu meningkatkan produktifitas, dan menyelesaikan pembangunan infrastruktur dalam waktu cepat.
Sebelumnya, ADB menyetujui pinjaman program senilai $400 juta untuk memperkuat sektor keuangan Indonesia, termasuk memperluas akses ke layanan keuangan bagi rumah tangga miskin.
Seperti dikutip dalam siaran pers, Selasa (1/9/2015), Direktur Jenderal ADB untuk Asia Tenggara James Nugent menyampaikan sektor keuangan yang dalam, likuid, dan efisien sangat penting bagi stabilitas dan pertumbuhan.
Dukungan ADB ini selaras dengan upaya reformasi tersebut, termasuk memperkuat operasional Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator.
Langkah tersebut bertolak belakang dengan penyataan Presiden Joko Widodo dalam pidato Konferensi Asia Afrika yang sempat menimbulkan kontroversi beberapa waktu lalu.
Di depan sejumlah kepala negara, Jokowi pernah mengungkapkan pinjaman multilateral ke sejumlah perbankan dunia bukan solusi untuk mendorong pembangunan.