Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

SP JICT Minta Kontrak Ulang Senilai US$400 Juta

Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (JICT) dengan tegas meminta proses kontrak ulang terhadap pengelola terminal kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok ini dengan nilai US$400 juta.
Ratusan pekerja JICT doa bersama, Selasa (4/8/2015)/
Ratusan pekerja JICT doa bersama, Selasa (4/8/2015)/

Bisnis.com, JAKARTA - Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (JICT) dengan tegas meminta proses kontrak ulang terhadap pengelola terminal kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok ini dengan nilai US$400 juta.

Sekretaris Jenderal SP JICT M.Firmansyah mengatakan pekerja pernah menyampaikan kepada PT Pelabuhan Indonesia II (Pelindo) pada Maret 2014 bahwa nilai pantas dari perjanjian harusnya mencapai US$400 juta bukan US$215 juta.

“Kemudian pada 28 Maret 2015, Dewan Komisaris Pelindo II mengirimkan surat berdasarkan Financial Research Institute, 25,2% bukan 49%. Jadi hitung-hitungan [DK Pelindo II] angkanya mendekati US$400 juta,” ujarnya, saat mengunjungi kantor Bisnis Indonesia, Selasa (1/9/2015).

Setidaknya, Firmansyah berharap nilai kontrak JICT lebih tinggi dari kontrak pada 1999 yang mencapai US$243 juta.

Bahkan, berdasarkan perhitungan konsultan keuangan SP JICT nilai konsesi Pelindo II dan HPH sebesar US$243 juta pada periode 1999-2019 dibayarkan dengan posisi kapasitas volume barang melalui terminal ini sebesar 1,4 juta TEUs.

Sementara itu, kapasitas JICT saat ini telah mencapai 2,8 juta TEUs.

Firmansyah juga menjelaskan pendapatan per tahun yang diterima Pelindo II sebesar US$85 juta dibayarkan secara langsung oleh JICT, bukan oleh Hutchison Port Holdings (HPH). 

Untuk itu, SP JICT mempertanyakan angka sebesar US$85 juta. Sayangnya, pekerja tidak tidak dapat jawaban jelas hingga saat ini.

“Otomatis suasananya dibuat efisiensi padahal perusahaan kalau efisiensi ujung-ujungnya pengurangan karyawan dan ini terkonfirmasi. Kita dapat surat dari HPH, di mana ketika ini terjadi kira-kira 100 orang harus dirasionalisasi,” paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hadijah Alaydrus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper