Bisnis.com, PALEMBANG - Pemerintah Provinsi Sumatra Selatan diimbau untuk memantau perkembangan ekspor provinsi itu yang mulai tercatat melambat pada laju pertumbuhan PDRB Kuartal II/2015 karena kondisi pasar global.
Dari tujuh komponen pengeluaran untuk PDRB Sumsel yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Sumsel bahkan hanya ekspor barang dan jasa serta perubahan inventori yang menorehkan pertumbuhan negatif pada Kuartal II.
Kepala Bidang Neraca Wilayah dan Analis Statistik BPS Sumsel, Puji Agus Kurniawan, mengatakan ekspor barang dan jasa pada periode tersebut minus 1,11%.
“Pertumbuhan negatif untuk ekspor tersebut baru Kuartal II terjadi, sebelumnya masih positif. Ekspor Sumsel ini erat kaitannya dengan kondisi ekonomi negara tujuan, seperti Tiongkok yang lagi stagnan sehingga berimbas pada kegiatan ekspor komoditas yang Sumsel kirim,” katanya, Rabu (5/8/2015).
Dia mengatakan perlambatan ekspor itu merupakan imbas dari penurunan harga komoditas dunia sehingga pengusaha menahan barang yang hendak dijual. BPS mengkhawatirkan jika kondisi itu terus berlanjut dapat mengganggu perekonomian Sumsel.
Menurutnya, pemerintah tidak boleh lengah dengan kondisi pertumbuhan ekspor itu bahkan jika perlambatan kembali terjadi pada kuartal III/2015 maka pemerintah harus segera intervensi.
“Tumbuh negatif sekali-kali boleh saja tetapi kalau sudah dua periode harus ada warning, pemerintah perlu intervensi dengan mencari pasar baru,” jelasnya.
Puji memaparkan sebetulnya komponen ekspor tidak memiliki andil yang dominan terhadap laju pertumbuhan ekonomi Sumsel namun jika dibiarkan terus melambat akan tercipta perekonomian yang tidak sehat.
Hingga kini laju pertumbuhan PDRB Sumsel masih didominasi pengeluaran konsumsi rumah tangga dengan andil mencapai 66%. Adapun Pertumbuhan ekonomi Sumsel tercatat sebesar 4,87% pada Kuartal II/2015.
Dia mengatakan perlambatan ekspor itu nantinya akan membuat komponen perubahan inventori ikut tumbuh negatif.
Seperti saat ini perubahan inventori tumbuh melambat 1,75% atau sebesar -73,96% jika dibandingkan dengan triwulan II/2014.
“Kondisi itu menunjukkan bahwa barangnya ada tetapi pendapatan tidak ada, artinya terjadi ekonomi yang tidak baik,” katanya.
Dia mencontohkan ekspor minyak sawit mentah (CPO), jika ekspor komoditas itu dibiarkan lesu maka tidak dapat menghasilkan multiplier effect positif bagi masyarakat.
Dari rilis BPS sebelumnya terlihat bahwa terjadi penurunan nilai ekspor untuk komoditas CPO dan batubara, sementara karet yang merupakan kontributor terbesar ekspor Sumsel masih tercatat tumbuh positif.