Bisnis.com, BANDUNG - Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyatakan hingga saat ini belum ada laporan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di sektor industri meskipun kondisi makroekonomi mengalami perlambatan.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jabar Hening Widiatmoko mengatakan untuk menyiasati perlambatan ekonomi, saat ini kalangan industri masih mencoba mengurangi aktivitas produksi dengan merumahkan pekerja.
Hal tersebut sudah terjadi di salah satu perusahaan yang beroperasi di Majalaya Kabupaten Bandung.
Kendati demikian, ujarnya, berkurangnya aktivitas industri jika dibiarkan tanpa solusi akan berdampak pada penutupan industri yang berdampak lanjut pada terjadinya PHK massal.
“Dampak tersebut berpeluang terjadi untuk industri yang banyak mempergunakan bahan baku impor,” ujarnya di Bandung, Selasa (28/7/2015).
Sementara itu, untuk sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang lebih banyak mempergunakan bahan baku nonimpor kondisinya aman.
Untuk PHK massal, ujarnya, jika perusahaan mau mengambil kebijakan tersebut harus mengikuti beberapa prosedur di antaranya harus ada persetujuan berupa rekomendasi dari Kementerian Tenaga Kerja.
"Sebagai solusi agar PHK massal tidak terjadi industri bisa melakukan relokasi ke kawasan Aerocity di Majalengka karena upah minimum kabupaten/kota (UMK)-nya masih rendah," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jabar Dedy Widjaja menyatakan tidak menutup kemungkinan kalangan industri melakukan PHK massal jika kondisi perekonomian dalam negeri terus melambat. Untuk mengatasi PHK massal, pihaknya meminta keringanan pajak pada pemerintah.
Dia mengatakan keringanan di sektor pajak sangat penting agar para pengusaha di Jabar masih bisa bernapas saat kinerja ekonomi menurun. Pemerintah menurutnya masih berpikir pajak setiap tahun harus terus naik meskipun kondisi tengah labil.
"Dalam situasi ini pemerintah harus sadar permintaan pajak digenjot sampai 40% dari tahun kemarin ya mana bisa," katanya .
Menurutnya, karena pemerintah tidak sensitif dengan kondisi ini, maka target pendapatan dari pajak selalu melenceng. Karena itu pihaknya meminta ada kebijakan meringankan pajak yang revolusioner dari pusat.