Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah meminta PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) memperhitungkan jumlah utang perseroan untuk selanjutnya melakukan revaluasi aset.
Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sofyan Basir membenarkan adanya permintaan dari Presiden Joko Widodo untuk melaporkan jumlah utang perseroan. Untuk itu, BUMN energi itu akan mempersiapkan data yang dibutuhkan.
“Oh iya, betul ada permintaan [data utang PLN oleh Jokowi], dan akan kita persiapkan persisnya seperti apa,”ujarnya di Kantor Wakil Presiden.
Perseroan sudah mencanangkan pelaksanaan revaluasi aset. Langkah selanjutnya, direksi PLN akan memaparkan kondisi terkini terkait kondisi utang kepada seluruh pemangku kepentingan.
Dia meyakini pemerintah akan setuju dan segera mengkaji rencana revaluasi aset karena hal itu merupakan bagian dari kepentingan pemerintah sendiri.
“Revaluasi aset sudah kami canangkan, sudah kami kemukakan, dan akan dikaji oleh pemerintah. kami harus keliling lagi ke semua pihak,”sambungnya.
Dia menjelaskan, kebijakan perjanjian mengandung sewa (ISAK 8) yang ada selama ini menyebabkan utang independent power producer (IPP) dibebankan kepada PLN. Revaluasi aset dilakukan untuk memisahkan utang IPP yang selama ini ada dalam laporan keuangan PLN agar kemampuan perseroan meminjam dana lebih baik.
“Jumlah utangnya besar sekali, sangat signifikan, mungkin bisa sampai 40%,”sebutnya.
Berdasarkan laporan keuangan PLN per 31 Maret 2015, total utang perseroan mencapai Rp482 triliun atau meningkat dari proporsi utang periode yang sama tahun lalu Rp468 triliun.
Porsi kewajiban terbanyak ialah utang sewa pembiayaan yang mencapai Rp134,4 triliun, utang obligasi dan sukuk ijarah Rp85 triliun, utang imbalan kerja Rp56,6 triliun, dan penerusan pinjaman Rp27,9 triliun.