Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku industri tisu mengatakan industri tisu dalam negeri tak bertumbuh pada semester pertama 2015, tetap berada di kisaran produksi 50.000 ton hingga 60.000 ton.
Bambang Dwi Setiawan dari Asosiasi Produsen Tisu Indonesia mengatakan awalnya pihaknya memprediksikan akan ada pertumbuhan sekitar 20%, didorong oleh optimisme akhir tahun lalu.
Sepanjang 2014, total produksi tisu kemasan di Indonesia sendiri berkisar 100.000 ton dengan nilai sekitar Rp3 triliun.
“Kami tidak menduga kalau ekonomi meleset. Bisa dibilang flat, seperti tahun lalu,” ujarnya pada Bisnis baru-baru ini.
Dia menjelaskan penyebabnya antara lain adalah lesunya konsumsi pasar dalam negeri serta melemahnya rupiah.
Menurutnya, pulp atau bubur kertas yang menjadi bahan baku tisu menggunakan harga dunia.
Dengan rendahnya nilai tukar, tentu semakin menekan ongkos produksi. Sementara di sisi lain, pihaknya tidak bisa menaikkan harga jual karena konsumsi pun sedang surut.
“Mestinya harga tisu sudah naik, logikanya begitu. Masa ini harga pulp naik, harga kertas malah turun?” katanya.
Menurut Bambang, pertumbuhan permintaan tisu di Indonesia masih belum besar dan masih memiliki potensi untuk terus dikembangkan.
Dia memberi contoh, konsumsi tisu di Tanah Air masih di bawah 1 kg per kapita per tahun. Sedangkan negara maju bisa sampai 25 kg per kapita per tahun.
“Indonesia mungkin baru 600 gram per kapita per tahun. Singapura itu sudah di atas 5 kg, Malaysia sekitar 3 kg hingga 4 kg per kapita per tahun,” jelasnya.
Dia mengatakan tisu merupakan komoditas yang konsumennya perlu diedukasi, sehingga konsumsi bisa bertumbuh.
Pada 2010 sendiri industri tisu sempat tumbuh sekitar 40%. Ini menunjukkan bahwa sebenarnya pasar di Indonesia bisa ditingkatkan bila kondisi ekonomi sedang baik.