Bisnis.com, JAKARTA - Perubahan mekanisme subsidi listrik dari susbidi tarif menjadi subsidi langsung kepada masyarakat miskin dipersoalkan oleh anggota legislatif.
Anggota Badan Anggaran DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Syukur Nababan mempertanyakan apakah subsidi listrik yang besar selama ini benar-benar subsidi atau muncul karena inefisiensi PLN.
"Saya ilustrasikan seperti ini. Biaya sebenarnya 60 perak [Rp60]. Tapi gara-gara inefisiensi, biaya jadi 100 perak [Rp100]. Lalu dijual Rp90, dan bilang itu disubsidi 10 perak [Rp10]. Jangan sampai kita bicara subsidi seolah-olah menyubsidi masyarakat tidak mampu, padahal kita menyubsidi inefisiensi," ujar Syukur dalam rapat kerja Banggar dengan pemerintah, Selasa (30/6/2015).
Anggota Banggar dari Fraksi PKS Ecky Awal Muharram pun mengungkapkan hal serupa. PLN masih berkutat dengan persoalan susut jaringan dan biaya pemeliharaan yang tidak efisien.
Perbaikan semestinya dilakukan di tubuh PLN, bukan mencabut subsidi pada golongan pelanggan 450 VA dan 900 VA yang menurut PKS sebenarnya kelompok yang layak menerima subsidi.
Menurut Ecky, perubahan menjadi subsidi langsung yang berimplikasi pada kenaikan tarif pada sebagian pelanggan justru akan melukai pertumbuhan ekonomi.
"Penurunan daya beli masyarakat cukup akut. Kalau pemerintah memberlakukan skema tarif listrik baru dengan subsidi langsung, pasti akan menaikkan inflasi, makin memperlambat pertumbuhan," ujarnya.