Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Petani Kecewa Asuransi Pertanian Ditunda

Kalangan petani di Jawa Barat kecewa dengan ditundanya pemberlakuan asuransi pertanian oleh pemerintah pada November mendatang.
Petani membersihkan gulma/Antara
Petani membersihkan gulma/Antara

Bisnis.com, BANDUNG - Kalangan petani di Jawa Barat kecewa dengan ditundanya pemberlakuan asuransi pertanian oleh pemerintah pada November mendatang.

Wakil Ketua Kontak dan Nelayan Andalan Jawa Barat Nono Sambas mengaku kecewa dengan gagalnya pemberlakuan asuransi pertanian. Pasalnya, petani berharap dengan asuransi itu bisa meningkatkan kesejahteraan mereka.

Dirinya khawatir, dengan gagalnya asuransi pertanian ini akan semakin membuat petani malas mengelola produk pertanian mereka. Dampaknya, mereka akan menjual sawahnya karena sudah tidak memberikan keuntungan.

"Sekarang solusinya, kalaupun asuransi itu tidak bisa dilaksanakan maka harus ada solusi alternatif untuk menggantikannya semisal pemerintah harus membeli gabah petani dengan harga mahal," katanya, Rabu (17/6/2015).

Di negeri ini, mayoritas rumah tangga petani (RTP) tidak bisa hidup dengan sejahtera karena persoalan kepemilikan lahan, kurangnya perlindungan dan pemberdayaan petani. 

Dari tahun ke tahun terjadi peningkatan jumlah petani gurem dan petani tak bertanah (buruh tani). Dari  28 juta RTP di Indonesia, terdapat 11,1 juta RTP yang tidak memiliki tanah sama sekali. Sementara itu, sisanya rata-rata memiliki lahan hanya 0,36 hektare. 

"Jangan biarkan semakin banyak petani yang meninggalkan sawah garapannya karena berprofesi sebagai petani sudah tidak memberikan kesejahteraan lagi," ujarnya.

Sementara itu, Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jawa Barat meminta pemberlakuan asuransi pertanian jangan ditunda.

Ketua Harian HKTI Jabar Entang Sastraatmadja mengatakan belum adanya asuransi pertanian menyebabkan petani berada dalam ketidakpastian untuk memproduksi hasil pertaniannya.

“Pemerintah pun harus mempermudah persyaratan asuransi yang diajukan para petani terutama bagi pertanian padi,” katanya.

Dia menjelaskan penerbitan aturan asuransi pertanian dalam memproteksi produksi petani sesuai amanat turunan dari Undang-undang (UU) No. 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.

Oleh karena itu, dia menuturkan pemerintah dituntut untuk mewujudkan asuransi pertanian dengan pemberian insentif kepada pelaku industri asuransi ataupun membentuk lembaga khusus pemberi asuransi bagi petani.

“Pemerintah harus membentuk lembaga atau menambah anggaran untuk asuransi pertanian ini karena  dikhawatirkan tidak bisa meng-cover klaim. Setidaknya ada backup dari pemerintah,” jelasnya.

Seperti diketahui, premi asuransi pertanian dibayarkan sebesar Rp 180.000 per tahun dibebankan 80% kepada pemerintah. Sisanya sebesar 20% atau senilai Rp36.000 dibayarkan petani. Jika terjadi kegagalan panen, petani akan mendapatkan nilai manfaat sebesar Rp6 juta per ha.

Tertundanya asuransi pertanian terjadi karena Kementerian Keuangan mengembalikan draf anggaran asuransi pertanian kepada Kementerian Pertanian dengan alasan teknis pencairan tidak sesuai dengan aturan pemerintah saat ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper