Bisnis.com, SURABAYA—Pengusaha angkutan truk skala kecil dan menengah di Jawa Timur diimbau lebih peka memperjuangkan kewajiban perpajakannya, guna menghindari kemungkinan gulung tikar pascadiberlakukannya Peraturan Menteri Dalam Negeri No.101/2014.
Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Gemilang Tarigan mengatakan para pengusaha angkutan di provinsi beribu kota Surabaya itu mengeluhkan kerancuan terkait insentif dan disinsentif pajak yang didapat dari penggunaan pelat kuning maupun hitam.
“Misalnya, kenapa pelat kuning kalau sewa dikenai PPN sedangkan [angkutan umum] pelat hitam tidak. Jatim ini adalah urat nadi perdagangan, jadi persoalan pajak angkutan ini harus didiskusikan baik-baik dengan Gubernur [Soekarwo],” ujarnya saat ditemui di Surabaya, Selasa (26/5/2015).
Pelaku usaha mengungkapkan ada beberapa kerancuan dalam permendagri tersebut, yang tidak sejalan dengan peraturan perpajakan. Misalnya, pengusaha yang membeli truk pelat kuning tidak dapat mengkreditkan PPN-nya sebagai pajak masukan.
Sebaliknya, ketika menjual truk bekasnya yang berpelat kuning, mereka malah tidak dikenakan PPN. Padahal, saat membeli truk pelat hitam, PPN-nya dapat dikreditkan sebagai pajak masukan, termasuk biaya-biaya perawatannya.
Hal lain yang membuat pengusaha keberatan a.l. dasar perhitungan pajak kendaraan bermotor (PKB) dalam peraturan tersebut. “Mulai sekarang, izin perorangan atau CV sudah tidak diperbolehkan. Kalau dulu pakai izin prinsip, sekarang izin lima tahunan,” jelas Gemilang.
Untuk mengantongi izin tersebut, sambungnya, satu pengusaha minimal harus memiliki lima armada. Baru setelah itu, angkutan umum yang berbadan hukum—baik dalam bentuk PT, BUMD, maupun koperasi—diperbolehkan memperoleh insentif atau keringanan pajak.
Berdasarkan peraturan yang baru, angkutan umum barang berhak mendapat keringanan pajak sebesar 50% dan angkutan orang 70%. “Nah, kalau untuk truk, perhitungan [insentifnya] adalah nilai jual kendaraan dikali 1,3 baru didiskon 50%. Itu perhitungan dari mana?”
Insentif tersebut hanya bisa didapatkan oleh angkutan umum yang sudah berbadan hukum. Permasalahannya, hingga kini tidak ada kejelasan bagaimana jika kendaraan yang diajukan untuk mendapat keringanan sudah berpelat kuning tetapi belum berbadan hukum.
Masalah lainnya, sambung Gemilang, belum ada kepastian bagi kendaraan-kendaraan yang sudah berpelat kuning tapi masih atas nama pribadi. Padahal, akhir tahun ini seluruh kendaraan umum atas nama perorangan harus sudah diubah ke badan hukum.
“[Hak] Insentif pajak ini jarang diurus oleh pengusaha. Padahal, dari total sekitar Rp1 miliar yang mereka belanjakan untuk membeli sebuah truk, 42,5% lari ke pajak,” tegasnya.