Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PENYAKIT TERNAK: Menaruh Asa Pada Juru Sembelih Juleha

Saya tidak habis pikir betapa ngerinya masyarakat Indonesia berada dalam kepungan penyakit menular dari ternak terutama sapi yang dikonsumsi oleh manusia.
Foto ilustrasi sapi ternak. / Antara
Foto ilustrasi sapi ternak. / Antara

“Saya tidak habis pikir betapa ngerinya masyarakat Indonesia berada dalam kepungan penyakit menular dari ternak terutama sapi yang dikonsumsi oleh manusia.”

Kalimat itu terdengar lantang, diserukan Trioso Purnawarman kala menghadiri Rakor Kesehatan Masyarakat Veteriner se-Kalimantan, di Pontianak, Selasa (12/5).

Dia hanya khawatir ketika harus membayangkan 240 juta penduduk Indonesia tidak disiplin menjaga pola makan dan rutin mengecek kesehatan sangat berpotensi mengidap penyakit sehingga terancam pada kematian.

Dokter hewan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) itu mengutarakan, jika sapi mengidap penyakit kemudian tertular pada manusia saat mengonsumsi daging, kecil kemungkinan bagi penderita untuk sembuh.

“Kalau manusia sudah tertular lantas tidak segera diobati, sangat mungkin tidak bisa tertolong, kemungkinan sembuh 2% saja,” kata Trioso.

Ada dua penyakit, paparnya, yang terindikasi berada di dalam tubuh ternak sapi dan bisa menular ke manusia, yaitu q fever/caplak. Jenis penyakit itu, menurutnya, penyakit yang tidak boleh disepelekan.

Menurut Wakil Dekan Bidang Sumber Daya, Kerjasama dan Pengembangan Fakultas Kedokteran Hewan IPB itu, selain q fever, ada 20 penyakit hewan menular lainnya berdasarkan data dari Kementerian Pertanian, pada 2013 yang berpotensi diidap oleh sapi dan ternak lainnya.

Khusus penularan penyakit q fever, lanjutnya, bakteri itu menyerang antarhewan ke hewan serta hewan ke manusia.

Q fever ditemukan pada 1934 di Brisbane, Ibu Kota Negara Bagian Quesland, Australia. Di Indonesia,  penyakit itu terdeteksi pada 2013, saat pemerintah melonggarkan importasi sapi-sapi dari Negeri Kangguru.

Indikasi awal penyakit q fever, ditengarai ketika sapi betina mengalami keguguran sebelum masa waktunya melahirkan. Sapi yang mengalami keguguran itu, kata dia, harus segera diisolasi dan diobati.

Sementara caplak, merupakan kuman penyebab penyakit q fever. Di dalam tubuh sapi, caplak memperbanyak diri kemudian keluar melalui kotoran. Dari kotoran itu, lalat hinggap membawa kuman ke ternak lain dan manusia melalui makanan yang dikonsumi.

Kepala Dinas Peternakan Provinsi Kalbar Abdul Manaf mengungkapkan begitu ganasnya penyakit q fever/caplak pada sapi. Dia sendiri melihat langsung penyakit itu menggegoroti ternak sapi.

Selama 6 bulan belajar peternakan di Australia, Manaf hafal betul jenis-jenis penyakit sekaligus cara mendiagnosa penyakit yang diderita oleh segala macam ternak.

 “Caplak itu ganas menghisap darah dan membuat darah menjadi encer, itu bisa menyebabkan sapi lumpuh. Jadi hati-hati makan hati dari sapi Australia,” katanya.

Oleh karena itu, dia mewanti-wanti pemerintah pusat untuk mengimpor sapi dari Australia. Persoalannya terletak pada tata kelola niaga dari seekor ternak sapi utuh sampai menjadi sajian makanan untuk masyarakat alias from farm to table.

“Saya perhatikan, pemerintah pusat kurang perhatian di hulu, tapi di hilir begitu banyak ahli dokter hewan,dokter spesialis, perawat dan sampai ahli gizi hewan, ini pekerjaan rumah pemerintah melihat di hulu,” tuturnya.

Di sini, lanjutnya, peran Rumah Potong Hewan menjadi ujung tombak guna mendeteksi keberadaan penyakit pada ternak. Di Kalbar, pihaknya memiliki laboratorium mutakhir berstandar internasional yang dibangun dengan dana Rp5,5 miliar sebagai tempat menguji segala macam penyakit.

Dengan laboratorium itu, RPH di wilayah ini bisa menjalin kerja sama menguji sampel ternak-ternak lainnya yang terduga mengidap penyakit. Masalahnya, apa sampai di situ?

Boedhdy Angkasa, Kasubdit Pengujian dan Sertifikasi Produk Hewan, Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Pascapanen, Dirjen Peternakan dan Keswan Kementan mengatakan aman atau tidaknya daging ternak dikonsumsi justru ada pada RPH.

Dokter hewan itu mengatakan RPH dituntut memotong ternak sesuai standar kesehatan hewan menurut Permentan No. 13 /Permentan/OT.140/1/2010 tentang Persyaratan RPH Ruminansia dan Unit Penanganan Daging.

Juru sembelih halal (Juleha), kata dia, mutlak mengantongi sertifikat yang dikeluarkan oleh Dirjen Peternakan dan Keswan sebagai Juleha yang memiliki kompetensi dasar terlatih, standar kerja sesuai Standar Operasional Prosedur.

Tahun ini, pihaknya membuka kelas pelatihan bagi 17 provinsi untuk juleha-juleha yang memiliki kualifikasi SDM yang terbaik guna menjaga kehalalan daging yang aman, sehat utuh dan halal (asuh).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Setyardi Widodo
Sumber : Bisnis Indonesia edisi 18/5/2015
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper