Bisnis.com, PEKANBARU--Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia atau KSBSI Provinsi Riau mengaku khawatir dengan revisi peraturan pemerintah tentang gambut akan menimbulkan dampak negatif bagi sekitar 220.000 lebih buruh perkebunan dan industri kertas di Riau.
"Regulasi pemerintah, mestinya bermanfaat bagi rakyat dan bukan menyengsarakan kaum buruh. Pertanyaan kita dengan adanya regulasi memperbaiki peraturan baru, apakah itu tidak berdampak kami (buruh)," papar Koordinator Wilayah KSBSI Riau, Patar Sitanggang di Pekanbaru, seperti dikutip Antara (15/5).
Regulasi yang dimaksud buruh yakni Peraturan Pemerintah (PP) No.71/2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan merupakan turunan Undang-undang No.31/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Sebelum peraturan pemerintah itu diterapkan, kata dia, di kalangan pelaku usaha melakukan protes dan meminta untuk dilakukan revisi karena ada klusul yang membatasi dengan pemberlakuan tinggi muka air pada lahan gambut 0,4 meter atau 40 centimeter.
Peraturan tersebut yang berisi perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut meliputi perencanaan, kemudian perizinan, lalu pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan serta pemberlakuan sanksi administrasi bagi para pelaku usaha yang melanggar.
"Lalu bagaimana ketika setelah dilakukan revisi. Apa tidak terjadi pengurangan tenaga kerja atau pemutusan hubungan kerja?. Kemudian masyarakat yang selama ini berprofesi sebagai petani misalnya sawit, tapi tidak boleh melakukan budi daya di lahan gambut?," katanya.
Di Riau, terdapat dua perusahaan raksasa nasional industri kertas yakni PT Riau Andalan Pulp and Paper dengan kapasitas produksi sebanyak 2,6 juta ton per tahun dan PT Indah Kiat Pulp and Paper yang memiliki kapasitas produksi lebih dari 2,3 juta ton per tahun.
Belum lagi keberadaan pabrik kelapa sawit 187 unit penghasil minyak sawit mentah atau crude palm oil dan setiap tahun telah mampu penuhi pemintaan dunia karena provinsi itu produksi 8,19 juta ton per tahun dari 2,3 juta hektare lebih lahan perkebunan sawit.
"Kami akan lakukan penolakan keras, ketika ada pengurangan tenaga kerja. Saat ini jumah buruh kebun 150 ribu orang dan perkayuan termasuk industri kertas diperkirakan 70 ribu orang," ucap Patar.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan saat ini sedang tampung berbagai masukan dari pemangku kepentingan khususnya pelaku bisnis untuk revisi PP Gambut yang direncanakan bakal diterapkan pada bulan Mei 2015.
"Kita pemerintah sekarang ini posisinya sebagai simpul negosiator. Negosiasi antara berbagai kepentingan, baik pelaku usaha seperti hari ini, lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat adat," kata Sekjen Kementerian LHK, Hadi Daryanto.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat, saat ini luas lahan gambut mencapai 14 juta hektare (ha), sedangkan lahan gambut yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku usaha mencapai 7 juta ha.
Dari 7 juta ha, kini tersisa sekitar 3,6 juta ha karena 1,7 juta ha lahan sudah dimanfaatkan untuk areal perkebunan kebun sawit dan 1,7 juta ha untuk hutan tanaman industri.