Bisnis.com, PEKANBARU--Pelaku industri kehutanan menghendaki adanya perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat terkait informasi yang terkandung dalam dokumen rencana kerja perusahaan.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Purwadi Soeprihanto mengemukakan bahwa dalam dokumen Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (RKUPHHK) dan Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfatan Hasil Hutan Kayu (RKTUPHHK) terdapat informasi yang memiliki nilai ekonomi bagi pihak lain dan menentukan posisi kompetitif perusahaan terhadap pesaingnya. Sehingga dokumen-dokumen itu sebaiknya tidak dibuka kepublik agar tidak disalahgunakan.
“Publik perlu memahami bahwa bagian terpenting dari dokumen RKU dan RKT adalah informasi tentang potensi tegakan per perusahaan, yang berdasarkan putusan tersebut dinyatakan terbuka. Informasi ini mengandung nilai ekonomi bagi pihak lain, dan menentukan posisi kompetitif perusahaan terhadap pesaingnya, terutama di pasar internasional,” kata Purwadi dalam keterangan tertulis kepada Bisnis.com (12/5/2015).
Sebelumnya Komisi Informasi Pusat (KIP), Jumat (8/5/2015) memutus Sengketa Informasi antara Forest Watch Indonesia (FWI) dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Dalam putusannya, KIP dengan menyatakan dokumen Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dan industri pengolahan kayu, yaitu RKUPHHK-Hutan Alam, RKUPHHK-Hutan Tanaman Industri (HTI), RKTUPHHK-HTI, Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) dan Rencana Pemanfaatan Bahan Baku Industri (RPPBBI), adalah informasi publik yang bersifat terbuka.
Dia mengatakan APHI menghormati putusan KIP, namun jika informasi pada RKU atau RKT dibuka, dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat serta mengungkapkan kekayaan alam Indonesia yang potensial akan memberikan manfaat pada pesaing potensial.
Berdasarkan data potensi itulah, jelas Purwadi, perusahaan akan menyusun perencanaan, strategi dan rencana kegiatan operasional dari pemegang izin, yang sudah selayaknya mendapatkan perlindungan dari kemungkinan terjadinya persaingan tidak sehat akibat terpublikasikannya data-data tersebut.
Purwadi mengingatkan, merujuk pada Pasal 6 butir b Undang-Undang No. 14 Tahun 2008, informasi yang tidak dapat diberikan oleh Badan Publik adalah informasi yang berkaitan dengan kepentingan perlindungan usaha dari persaingan usaha tidak sehat. Pasal 6 butir d UU No. 14 Tahun 2008 juga menyatakan bahwa Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia.
“Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan perlu mengupayakan langkah hukum lebih lanjut untuk menanggapi putusan tersebut. Dan yang tidak kalah penting, sebagai Badan Publik, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan perlu menetapkan informasi yang dapat di buka ke publik, dengan tetap mengedepankan perlindungan terhadap pelaku usaha dari persaingan tidak sehat,” ujarnya.