Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PT Pertamina (Persero) Jajaki Pengembangan Biodiesel

PT Pertamina (Persero) menyatakan tengah menjajaki sektor hulu untuk mengembangkan biodiesel melalui pembentukan joint venture investasi usaha perkebunan dengan perusahaan BUMN lain yang bergerak di bidang usaha perkebunan.
PT Pertamina (Persero)  tengah menjajaki sektor hulu untuk mengembangkan biodiesel melalui pembentukan joint venture investasi usaha perkebunan dengan perusahaan BUMN lain yang bergerak di bidang usaha perkebunan./JIBI
PT Pertamina (Persero) tengah menjajaki sektor hulu untuk mengembangkan biodiesel melalui pembentukan joint venture investasi usaha perkebunan dengan perusahaan BUMN lain yang bergerak di bidang usaha perkebunan./JIBI
Bisnis.com, JAKARTA – PT Pertamina (Persero) menyatakan tengah menjajaki sektor hulu untuk mengembangkan biodiesel melalui pembentukan joint venture investasi usaha perkebunan dengan perusahaan BUMN lain yang bergerak di bidang usaha perkebunan.
Manajer Pengembangan Teknologi dan Produk Direktorat Energi Baru dan Terbarukan PT Pertamina Andianto Hidayat menyampaikan saat ini perusahan pelat merah telah menyiapkan investasi hulu untuk mengembangkan biodiesel dan greendiesel hingga US$200 juta.
“Karena kami tidak memiliki keahlian di bidang pertanian dan perkebunan, dengan joint venture itu nanti bentuknya bisa merger and acquisition. Nanti sama-sama memelihara kebun untuk diambil hasilnya,” jelas Andianto di sela-sela perhelatan ICEPO di Jakarta, Kamis (7/5).
Selain untuk mengembangkan kebun, dana tersebut merupakan investasi jangka panjang yang juga digunakan sejak awal termasuk untuk land clearing hingga pembangunan kilang. Adapun, penjajakan joint venture telah dikomunikasikan dengan PTPN di wilayah Sumatera dan Kalimantan namun belum mencapai kata sepakat.
Sejauh ini, dia mengaku telah menjalin komunikasi intensif dengan Dewan Energi Nasional (DEN)  untuk dapat menyediakan lahan untuk joint venture biofuel. Dengan kerjasama ini, PT Pertamina menargetkan dapat memenuhi sebagian kebutuhan internal sebanyak 2000 kiloliter per tahun.
“Prediksi sekarang dengan penetapan skema B15, kami akan ambil dari market itu 3000 KL,” katanya.
Kendati demikian, Andianto mengatakan proses kerjasama joint venture tersebut belum akan dimulai dalam waktu dekat mengingat harga minyak mentah dunia yang tengah berada di level rendah akan menurunkan nilai ekonomis aktivitas usaha tersebut.
“Nanti kalau harga keekonomiannya sudah bagus, baru kita maju ke next step-nya. Kan tidak mungkin kita mengerjakan sesuatu yang berpotensi kerugian,” jelas Andianto.
Andianto memperkirakan kerjasama tersebut akan dimulai dalam satu hingga dua tahun mendatang, sembari menunggu pergerakan normal harga minyak mentah dunia. Kendati demikian, proyek tersebut telah termasuk dalam rencana strategis PT Pertamina untuk tahun 2015-2019.
Adapun, pada penutupan perdagangan Kamis (7/5), harga CPO dunia terkontraksi 0,46% ke level 2.173 ringgit Malaysia atau setara US$605 per metrik ton.
Dalam rencana tersebut, PT Pertamina akan terlebih dahulu menyasar tanaman sawit untuk dikembangkan. Pasalnya, tanaman tersebut dinilai paling prospektif untuk menghasilkan energi dari nabati. Kendati demikian, dalam jangka panjang PT Pertamina pun akan mengembangkan jenis tanaman lain seperti algae.
“Untuk jenis kebunnya, memang saat ini yang melimpah itu kebun sawit, jadi kami akan fokus di situ dulu. Setelahnya nanti kita planted jenis komoditas lain,” katanya.
Direktur Jenderal (Dirjen) Perkebunan Gamal Nasir menyampaikan selain berambisi masuk ke sektor hulu dengan membuka kebun, Pertamina juga sebaiknya mempertimbangkan untuk menyerap biodiesel yang sudah diproduksi dalam negeri.
“Ya kalau bisa menyerap dulu yang di dalam negeri, sehingga harga CPO kita juga terangkat,” kata Gamal saat dihubungi Bisnis, Kamis. Selain itu, Gamal pun meragukan ketersediaan lahan untuk mengembangkan proyek tersebut.
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat M Sinaga menyampaikan pelaku usaha amat menyambut baik rencana pertamina tersebut, apalagi Pertamina akan melibatkan PTPN yang selama ini dinilai kurang berkembang agresif.
Kendati demikian, GIMNI menyayangkan mengapa Pertamina pertamina hanya mengembangkan biodiesel, dan tidak mencoba menjajaki produk asal minyak kelapa sawit lain yang juga sangat prospektif seperti lubricants atau pelumas yang bisa memberikan pemasukan lebih tinggi.
“Sekarang minyak lubrikan itu harganya bisa Rp25.000 per liter. Kalau hanya biodiesel, tidak banyak yang bisa di dapat karena sudah banyak perusahaan swasta yang juga memproduksi itu,” jelas Sahat saat ditemui di kesempatan yang sama.
Saat ini, Indonesia belum memiliki kapasitas produksi produk minyak lubrikan untuk pelumas. Padahal, GIMNI mencatat per liter minyak lubrikan terkandung hingga 80% minyak kelapa sawit. (Dara Aziliya)
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dara Aziliya
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper