Bisnis.com, JAKARTA - PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) tetap mengejar pengecualian terhadap kewajiban transaksi rupiah untuk kapal-kapal berbendera asing karena dinilai tidak merugikan negara.
Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino mengatakan telah mengajukan pengecualian Peraturan Bank Indonesia No. 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Kesatuan Republik Indonesia.
PBI ini merupakan turunan dari Undang-undang No. 7/2011 tentang Mata Uang yang melarang transaksi dalam valas di wilayah Indonesia.
Dalam Pasal 21 ayat (1) PBI tersebut diakomodir adanya pengecualian apabila kontrak atau perjanjian tertulis dibuat sebelum 1 Juli 2015. Sampai kontrak berakhir, transaksi masih diperkenankan menggunakan mata uang asing. Ketika kontrak selesai, maka seluruh pihak di Indonesia wajib mematuhi PBI ini.
"Kita mengajukan pengecualian karena buat kita aturan itu aneh. Kita kejar terus," kata Lino di IPC Corporate University, Selasa (5/5/2015).
Pengecualian transaksi rupiah diajukan Pelindo II kepada Kementerian BUMN untuk selanjutnya dibahas dengan kementerian terkait dan Bank Indonesia.
Lino menjelaskan pelanggan perusahaan plat merah ini adalah pemilik barang dan perusahaan pelayaran domestik maupun internasional. Menurutnya, seluruh pemilik barang dan pemilik kapal dalam negeri yang melakukan aktivitas ekspor-impor dikenai pungutan dalam tarif rupiah.
"Kalau kapal asing, bayarnya dalam dolar. Ini yang disuruh pakai rupiah, untuk saya lucu. Karena kapal asing ini menerima bayaran dalam valas. Orang Indonesia kalau kirim barang ke luar negeri apa bisa pakai rupiah? Kan tidak mau," tuturnya.
Berdasarkan data Pelindo II, dalam satu tahun perusahaan pelayaran asing menerima pembayaran dari pemilik barang sebesar US$4 miliar. Adapun biaya jasa ke Pelindo II hanya US$320 juta.
"Saya ajukan pengecualian kementerian. Saya bilang kalau mau tangkap saya, tangkap deh. Saya tidak rugikan negara, saya untungkan negara kok," ujar Lino sembari bergurau.