Bisnis.com, JAKARTA -- Adanya jurang pemisah antara lembaga penelitian dengan industri di Indonesia, mendorong Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) turut membantu peneliti dalam mengimplementasikan hasil penelitiannya untuk menciptakan daya saing dan memperhitungkan nilai ekonomis.
“Yang terjadi pada saat ini, kita tahu bahwa riset itu akan berakhir pada suatu fase di mana produk hanya berupa prototype, paten, konsep, model dan masih memerlukan tahapan lain sampai kepada implementasi yang benar-benar memperhitungkan nilai ke ekonomian. Ketika para peneliti berhenti pada produk, butuh tahap buat dikaji ke sektor ekonomi agar punya daya saing dan punya nilai ekonomis,” Ujar Kepala LIPI, Iskandar Zulkarnain dalam konferensi pers di Gedung Widya Graha LIPI, Jakarta, Kamis (30/4/2015).
Menurut Iskandar, langkah konkret yang dia lakukan untuk menjembatani jurang antara dunia riset dan dunia industri adalah dengan diberikannya insentif oleh pemerintah kepada pelaku industri untuk mengembangkan inovasi berbasis iptek yang bekerjasama dengan lembaga riset.
“Jadi misal dalam kegiatan produksi industri itu dia mengeluarkan berbagai macam tax, insentif ini bisa berupa pengurangan atau penghilangan tax tertentu apabila industri itu bekerjasama dengan lembaga riset. Jadi dengan begitu perusahaan akan dapat lebih memilih investasi untuk berinovasi berbasis iptek,” paparnya.
Persoalan industri di Indonesia saat ini, menurut Iskandar, adalah pola pikir perusahaan yang lebih memilih membeli lisensi dibanding berinvestasi dalam kegiatan riset yang dapat digunakan di dunia industri.
"Kita harus membangun komunikasi yang baik dengan industri, tapi di sana juga harus ada upaya mengubah mindset industri, supaya janganlah industri selalu berorientasi kepada profit. Tidak salah sih industri kan badan usaha, tapi kita juga mau ada idealisme investasi kegiatan riset yang memang dapat digunakan di dunia industri,”imbuhnya.
Jika dibandingkan dengan negara tetangga, Malaysia sudah jauh lebih dulu maju dalam berinovasi berbasis iptek dengan rasio perbandingan belanja yang dibelikan pemerintah dan swasta dalam aktivitas riset didominasi oleh swasta, dengan rasio 80:20. Sedangkan Indonesia sendiri masih sangat didominasi pemerintah dengan mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).