Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kadin Riau Nilai PP Gambut Sulit Diterapkan

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Riau menyatakan Peraturan Pemerintah (PP) No.71/2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut sulit diimplementasikan dan diterapkan karena perusahaan sebelumnya tidak mengadopsi aturan tersebut.

Bisnis.com, PEKANBARU--Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Riau menyatakan Peraturan Pemerintah (PP) No.71/2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut sulit diimplementasikan dan diterapkan karena perusahaan sebelumnya tidak mengadopsi aturan tersebut.

Wakil Ketua Kadin Riau Bidang Agri-Industri, Achmad Koswara mengatakan seharusnya PP Gambut diberlakukan bagi izin usaha baru yang memanfatkan lahan gambut sebagai tempat budi daya.

"Kalau asas hukumnya itu, tidak boleh berlaku surut. Ketika sesuatu sudah diatur, kemudian lahir peraturan baru, maka sejak peraturan baru itu lah berlaku. Jadi terhadap izin yang baru berlakunya PP Gambut," ujarnya seperti dikutip Antara, (23/4).

Jika penerapan PP Gambut mengatur kedalaman air dibatasi 0,4 centimeter, maka menurut dia, dapat merusak berbagai tanaman budi daya baik kelapa sawit maupun tanaman hutan tanaman industri (HTI) karena terbatasnya ait membusukkan akar tanaman yang berunjung pada kematian.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam pertemuan di Riau tahun 2014 menyatakan, perlu waktu sedikitnya dua tahun untuk menrapkan PP Gambut karena harus diadadakan dahulu pemetaan wilayah gambut baik untuk perkebunan dan kehutan yang saling berbeda-beda tata ruangnya.

"Jadi harus tunggu dua tahun dulu, disamping perbaikan demi perbaikan terus dilakukan. Demi untuk melahirkan sebuah peraturan yang tepat guna, bisa diimplementasikan dan mengakomodir kapasitas pemerintah dalam mengatur dunia usaha," katanya.

Seperti diketahui, sekitar 46% atau 4,1 juta hektare dari total luas daratan di Riau 8,9 juta hektare lebih merupakan lahan gambut dan sebagian besar kini sudah dimanfaatkan untuk budi daya yang telah menjelma menjadi penopang pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.

Saat ini sudah sekitar 1 juta hektare lahan gambut di provinsi itu dimanfaatkan hutan tanaman industri jenis akasia, lalu sebanyak 0,8 juta hektare untuk lahan kelapa sawit, sekitar 0,5 juta hektare lahan pertanian dan perkebunan lainnya.

"PP Gambut harus mengakomodir semua kepentingan dengan tujuan agar masyarakat bisa lebih sejahtera. Kalau seperti saat ini (PP Gambut), agak sulit diimplementasikan karena berlawanan dengan segi ilmiah, ekonomi dan sosial," tegas Ahmad.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan saat ini sedang menampung berbagai masukan dari pemangku kepentingan khususnya pelaku bisnis demi melakukan revisi PP Gambut yang merupakan turunan dari Undang-undang No.31/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

"Kita pemerintah sekarang ini posisinya sebagai simpul negosiator. Negosiasi antara berbagai kepentingan, baik pelaku usaha seperti hari ini, lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat adat," kata Sekjen Kementerian LHK, Hadi Daryanto.

Kementerian LHK mencatat, saat ini luas lahan gambut mencapai 14 juta ha dan lahan gambut bisa dimanfaatkan pelaku usaha mencapai 7 juta ha. Tersisa sekitar 3,6 juta ha karena 1,7 juta ha lahan sudah dimanfaatkan untuk areal kebun sawit dan 1,7 juta ha untuk HTI.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Redaksi
Sumber : Antara

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper