Bisnis.com, PEKANBARU-- Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) menyebut Peraturan Pemerintah nomor: 71/2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut memiliki semangat untuk mematikan dunia usaha terutama hutan tanaman industri dan kelapa sawit.
Wakil Ketua APKI Rusli Tan mengatakan aturan tersebut tidak bertujuan untuk memberikan dorongan agar dunia usaha pada industri kehutanan berkembang, sebaliknya malah untuk mematikan industri yang akhirnya menganggu perekonomian.
"Itu kan sama dengan kita tidak boleh lagi tanam di lahan gambut karena ketinggian air maksimal 0,4 meter dan ada pidana sebagai sanksinya. Pengusaha mana yang berani tanam di lahan gambut, tak berani lagi," ujarnya seperti dikutip Antara, Rabu (22/4).
Dia mengemukakan jika pelaku usaha salah sedikit dan melanggar aturan itu, maka diancam hukuman pidana atau dengan kata lain mengajak orang untuk tidak lagi melakukan budi daya di lahan gambut dengan pengunaan bahasa lebih sopan, tapi berujung pada kematian industri strategis nasional.
Dia mengatakan bagi mereka yang merasa terganggu atas peraturan tentang gambut itu sudah waktunya untuk ikut ribut karena saat ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) sedang tampung berbagai aspirasi untuk revisi PP Gambut sebagai turunan Undang-undang No.31/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Kementerian LHK terakhir mencatat saat ini luas lahan gambut Indonesia mencapai 14 juta hektare (ha), sedangkan lahan gambut yang bisa dimanfaatkan pelaku usaha mencapai 7 juta ha. Sisa sekitar 3,6 juta ha karena 1,7 juta ha lahan sudah dimanfaatkan untuk areal kebun sawit dan 1,7 juta ha untuk hutan tanaman industri.
Menurutnya, pemanfaatan lahan gambut untuk budi daya terutama kelapa sawit oleh masyarakat setempat seperti di Riau merupakan suatu kreatifitas warga itu sendiri dan tidak bisa dihentikan, apalagi ditengah sulitnya mencari lapangan pekerjaan.
"Jangan kita seenaknya terbitkan peraturan yang mematikan kreatifitas masyarakat. Ini ekonomi kreatif dan jangan ekonomi kreatif yang dibangun itu, mematikan. Itu salah. Suatu peraturan mesti harus mensejahterakan dan mesti untuk keperluan semua orang," tegas Rusli.
Sebelumnya, Sofjan Wanandi, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) akhir tahun 2014 meminta pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla mengambil langkah cepat untuk merevisi PP Gambut demi menjaga kemampuan industri berbasis hutan tanaman dan kelapa sawit karena penyumbang devisa serta menyerap tenaga kerja. Terbitnya PP Gambut malah menjadi pukulan terhadap industri unggulan termasuk hutan tanaman, produk kayu, pulp dan kertas dan kelapa sawit. "Ketentuan bisa ditafsirkan seenaknya dan terkesan berlaku surut itu, tentu tidak baik bagi industri andalan nasional," katanya.