Bisnis.com, BEKASI—Margin keuntungan para pelaku usaha kecil menengah makanan dan minuman Kota Bekasi akan tergerus 10% seiring dengan penaikan harga elpiji dan bahan bakar minyak.
Ketua Asosiasi UMKM Makanan dan Minuman Kota Bekasi Afif Ridwan mengatakan biaya produksi makanan dan minum telah terkerek seiring terjadinya penaikan harga elpiji dan bahan bakar minyak (BBM), mengingat kedua komponen tersebut menyumbang 10% dari total biaya produksi.
Namun demikian, para pelaku usaha tidak dapat menaikkan harga jual lantaran mempertimbangkan daya beli masyarakat Bekasi yang saat ini tengah menurun. Akibatnya, jika sebelumnya margin keuntungan mencapai 20%-25%, kini para pelaku usaha mengalamai penurunan hingga 10%.
"Artinya, penaikan biaya komponen itu tidak kami bebani kepada masyarakat. Keuntungan yang kami kurangin," ujarnya, Jumat (3/4).
PT Pertamia (Persero) menaikkan harga elpiji nonsubsidi sebesar Rp666,67 per kilogram per 1 April. Dengan demikian terjadi penaikan Rp8000 per tabung dari sebelumnya Rp134 ribu per tabung menjadi Rp142 ribu. Selain itu, terjadi penaikan harga BBM jenis premium dan solar. Harga premium naik dari sebelumnya Rp6.800 per liter menjadi Rp7.300 per liter, sedangkan solar naik menjadi Rp6.900 per liter dari sebelumnya Rp6.400 per liter.
Menurut Afif, selama penaikan biaya produksi dalam batas, tidak akan membuat para pelaku usaha mikro akan mengerek harga jual produk di pasaran. Namun, dia mengkhawatirkan, penaikan elpiji dan BBM dalam beberapa waktu terakhir akan serta merta mengerek komponen biaya produksi para pelaku usaha mikro.
Kekhawatiran itu, imbuhnya, terutama pada komponen biaya bahan baku dan bahan penunjang, mengingat keduanya sangat signifikan terhadap biaya produksi. Biaya produksi, 60% dari bahan baku dan 10% dari bahan penunjang.
"Kami tidak ingin menaikkan harga, terkecuali kenaikan [biaya produksi] tinggi. Seperti BBM waktu naik Rp2000 kami naikkan. Nanti, kalau kenaikan BBM sampai Rp1000 akan kami naikkan."
Untuk itu, dia mengharapkan pemerintah dan PT Pertamina dapat menjaga kestabilan harga BBM dan elpiji. Jikapun harus ada revisi harga, imbuhnya, sebaiknya kenaikan itu dilakukan secara berkala, misalnya dalam rentan waktu 6 bulan atau setahun sekali.
Dengan demikian, para pelaku usaha kecil dan menengah mendapatkan kestabilan biaya produksi, sehingga harga jual produk kepada masyarakat juga tetap terjaga. Belum lagi, imbuhnya, terkait kebijakan pemerintah yang menyatakan penjualan elpiji 3 kilogram diperuntukan untuk golongan kurang mampu.
Padahal, katanya, para pelaku usaha kecil dan menengah menggunakan elpiji jenis tersebut karena lebih efisien. "Kami harap fluktuasi harga BBM 6 bulan sekali atau setahun sekali."