Bisnis.com, SURABAYA - Ketua DPC Organisasi Angkutan Darat (Organda) Tanjung Perak Kody Lamahayu mengeluhkan pengusaha angkutan di kawasan pelabuhan tersibuk kedua di Indonesia itu mengalami kerugian telak selama setahun terakhir, yang mengakibatkan 8.000 sopir dan kernet tidak mendapatkan upah kerja.
Dalam kurun waktu satu tahun, terdapat total 4.000 unit angkutan di Tanjung Perak yang tidak mendapatkan muatan alias mangkrak. Dia menyebut ada beberapa faktor yang menyebabkan kerugian massal tersebut.
Pertama, pelarangan ekspor bijih mentah dan barang tambang lain yang belum diolah. Kedua, penguatan nilai tukar dolar terhadap rupiah yang sulit direm. Ketiga, anomali cuaca yang memperlambat proses bongkar muat di pelabuhan.
“Suku cadang untuk truk-truk itu pakai kurs dolar. Saat ekonomi melambat, iklimnya sangat tidak menguntungkan. Ditambah lagi, pendapatan supir menurun. Ada 8.000 supir dan kernet yang tidak dapat upah harian, hanya dapat uang makan dan uang transpor saja.”
Kondisi tersebut, sambungnya, menurunkan minat kerja para pegawai angkutan. Akibatnya, para pengusaha truk terpaksa melakukan strategi rolling operasional, yang sebenarnya tidak menguntungkan dari sisi bisnis.
“Pengusaha terpaksa membuat rolling dari unit-unit. Misalkan, dari total 70 unit [truk] yang mereka punya, 30 di antaranya beroperasi 40 lainnya tidak. Besoknya, dibalik, 40-nya beroperasi dan 30 lainnya tidak. Ini merugikan.”
Untuk itu, para pengusaha mendesak pemerintah dan bank sentral segera menstabilkan nilai tukar rupiah agar operasional angkutan pelabuhan kembali normal. Sehingga, kelancaran arus ekspor impor barang dapat terjaga.