Bisnis.com, BITUNG - Pulau Lembeh menjadi benteng alami yang berfungsi memecah ombak dan menjadi penghalang gelombang jika ada tsunami.
Demikian disampaikan Kalbar Yanto, Manager Peti Kemas Pelabuhan Bitung, mengenai rencana pengembangan Pelabuhan Bitung sebagai poros maritim di wilayah timur Indonesia.
Pulau lembeh membentang tepat di seberang kompleks pelabuhan Bitung yang terdiri atas pelabuhan peti kemas, pelabuhan konvensional, pelabuhan penyeberangan, pelabuhan nelayan tradisional, dan pelabuhan ikan. Jarak antara Pulau Lembeh dengan kawasan pelabuhan mencapai sekitar 1 km.
Keberadaan Pulau Lembeh membuat ombak dan gelombang Samudra Pasifik tertahan sehingga tidak langsung menghantam area pelabuhan. Arus laut sangat tenang, sempurna untuk mendaratkan penumpang, ikan, maupun melakukan bongkar muat ribuan peti kemas. Kedalaman perairan yang berkisar antara 8-40 meter juga memungkinkan kapal-kapal besar masuk untuk bersandar.
Begitu strategisnya fungsi Pulau Lembeh, membuat rencana pengembangan Pelabuhan Bitung berpusat di kawasan ini, meskipun harus menghadapi konsekwensi penggusuran kawasan pertokoan dan perumahan, serta alih fungsi pelabuhan penyeberangan dan pelabuhan rakyat.
Pilihan lainnya, pengembangan pelabuhan digeser ke wilayah pantai Tanjung Merah, Bitung, yang berdekatan dengan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang akan segera dibangun. Namun demikian, pantai Tanjung Merah langsung berhadapan dengan Samudra Pasifik karena tidak ada gugusan pulau yang melindungi sebagaimana halnya Pulau Lembeh.
“Kalau pelabuhan dibangun di Tanjung Merah, harus dibangun pemecah ombak buatan. Pun belum tentu sebagus pemecah ombak alami yang memang sudah disediakan oleh alam,” ujarnya saat ditemui Bisnis, beberapa waktu lalu.
PT Pelabuhan Indonesia IV telah menyusun peta jalan (roadmap) pengembangan Pelabuhan Bitung hingga 2034. Perencanaan dibagi ke dalam tiga tahap, masing-masing berakhir pada 2019, 2024, dan 2034.
Pada tahap pertama, pengembangan pelabuhan akan meliputi perluasan lapangan tumpuk kontainer (container yard/CY) seluas 6,5 ha dan perpanjangan dermaga sepanjang 500 meter.
Lalu, pada tahap selanjutnya yang berlangsung pada 2020-2014, Pelindo IV menargetkan penambahan panjang dermaga 250 meter. Bangunan dermaga dirancang membentuk sudut 90 derajat dan menyambung ke daratan.
Pada periode yang sama, area lapangan tumpuk kontainer akan ditambah secara agresif, dengan total penambahan sebanyak 46,8 ha. Perluasan lapangan tumpuk akan dilakukan dengan mengalihfungsikan pelabuhan rakyat, gedung perkantoran, serta kawasan perumahan yang berlokasi di sekitar pelabuhan.
Tahap pengembangan terakhir, lagi-lagi, menargetkan penambahan luas lapangan tumpuk kontainer. Selain itu, diagendakan pula pembangunan terminal curah tepat di sisi lapangan tumpuk.
Penambahan lapangan tumpuk kontainer memang menjadi kebutuhan mendesak baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Yanto mengatakan saat ini tingkat utilisasi lapangan tumpuk yang tersedia di Pelabuhan Bitung mencapai lebih dari 80% sehingga arus lalu lintas kontainer dinilai terlalu padat. Idealnya, tingkat utilisasi hanya ada pada kisaran 60%.
“Ini kebutuhan mendesak jika ingin kapasitas bertambah,” katanya.
KEK Bitung
Kebutuhan terhadap lapangan tumpuk kontainer akan semakin tinggi seiring dengan pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Bitung. Arus lalu lintas kapal akan meningkat tajam, yang tentu saja harus diantisipasi dengan penguatan kapasitas infrastruktur pelabuhan.
Pelabuhan menjadi pintu masuk bahan-bahan konstruksi yang dibutuhkan. Ketika KEK telah mulai beroperasi, pelabuhan akan semakin sibuk untuk melayani arus bongkar muat barang-barang mentah maupun barang setengah jadi dan barang jadi yang akan diekspor. Pengembangan kawasan pelabuhan adalah keniscayaan.
Pengembangan pelabuhan tentu saja membutuhkan dukungan dari banyak pihak, terutama dari sisi pendanaan. Pada tahun ini, Pelindo IV telah mengalokasikan anggaran senilai Rp365 miliar yang berasal dari penanaman modal negara (PMN) khusus untuk mengembangkan Pelabuhan Bitung. Di luar itu, terdapat tambahan dana dari kas internal senilai Rp141,5 miliar untuk mendukung proyek yang sama.
Dana yang dibutuhkan untuk pengembangan pelabuhan hingga 2034 tentu akan lebih banyak lagi. Pelindo IV tak dapat sepenuhnya mengandalkan anggaran negara ataupun kas internal. Diperlukan langkah-langkah strategis untuk mencari sumber pendanaan.
Di sisi lain, rencana alih fungsi pelabuhan dan kawasan permukiman penduduk juga harus mendapatkan restu dari pemerintah daerah.
Dalam berbagai kesempatan, Wakil Wali Kota Bitung Max J. Lomban selalu menyatakan komitmen untuk menyediakan lahan yang dibutuhkan untuk pembangunan KEK, perluasan pelabuhan, jalan tol, serta interkoneksi dengan bandara Sam Ratulangi di Manado.
Komitmen tersebut harus terus ditagih agar segera mewujud dalam bentuk detail rancangan tata ruang wilayah (RTRW) yang akan menjadi landasan utama pengembangan pelabuhan.
Semua hal harus disiapkan dengan baik, agar poros maritim di ujung timur Indonesia ini dapat benar-benar menjadi gerbang yang mengakselerasi pertumbuhan ekonomi.