Bisnis.com, BANDUNG - Pemerintah pusat didesak mengambil kebijakan strategis menyusul banyakya peternak unggas rakyat yang gulung tikar.
Ketua Tim Advokasi Pengurus Besar Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (PB ISPI) Jeni Sulistiani menyatakan pemerintah pusat harus segera mengambil langkah serius dalam mengatasi maraknya peternak unggas rakyat yang gulung tikar akibat ulah industri padat modal yang notabene dimiliki perusahaan asing atau PMA.
"Hal ini memang sejak lama terjadi. Namun, seolah ada pembiaran yang dilakukan pemerintah sehingga banyaknya peternak lokal yang gulur tikar karena mereka tidak kuat lagi harus berhadapan dengan perusahaan dengan modal besar dan menguasai pasar," katanya, Selasa (10/3/2015).
Jumlah usaha peternakan ayam secara nasional mencapai 850.000 peternak yang tersebar di 32 provinsi di Indonesia. Dia memperkirakan peternak yang masih bertahan tidak lebih dari 4% dari jumlah awal.
Menurutnya, salah satu penyebab banyaknya peternak yang gulung tikar akibat mereka harus membeli bibit ayam atau days old chiks (DOC) seharga Rp5.000 per ekor dan pakan Rp7.000 per kilogram dari perusahaan PMA.
Namun, dalam perjalanannya perusahaan itu pun menggarap peternakan dengan bermitra peternak lokal serta memasok ayam ke pasar tradisional.
Akibatnya, selisih harga biaya produksi di peternak dengan harga jual semakin jauh. Sebelumnya, ayam dijual Rp36.000 per kilogram, maka semenjak lima bulan terakhir dijual dengan harga Rp26.000 per kilogram.
Meskipun harga sudah diturunkan, pembelinya tidak lagi ramai karena banyaknya ayam kampung hasil perkawinan.
Akhirnya, tidak banyak pilihan bagi peternak rakyat kecuali bermitra dengan PMA atau sekadar menyewakan kandang mereka agar tetap mendapatkan pemasukan atas investasi yang telah mereka keluarkan.
"Kami yakin pada akhirnya perusahaan lokal yang bermitra dengan mereka itu akan ditinggalkan. Jadi, perusahaan asing itu sudah seperti drakula yang menghisap darah peternak rakyat," ujarnya.