Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

TKI ASAL LAMPUNG Sasaran Empuk Praktik Perdagangan Manusia

Mantan Tenaga Kerja Indonesia asal Lampung Win Faidah, di Lampung Timur, Jumat (6/3/2015), mengaku menjadi sasaran empuk pelaku kejahatan perdagangan orang (human trafficking).
Ilustrasi/Antara
Ilustrasi/Antara

Bisnis.com, LAMPUNG TIMUR - Mantan Tenaga Kerja Indonesia asal Lampung Win Faidah, di Lampung Timur, Jumat (6/3/2015), mengaku menjadi sasaran empuk pelaku kejahatan perdagangan orang (human trafficking).

"Pada Agustus tahun lalu, saya terbang ke Singapura, tiba di sana dites bahasa Inggris dan dinyatakan tidak lulus. Saya dipulangkan ke Batam dan dipaksa berangkat ke Malaysia atau didenda Rp20 juta jika meminta pulang ke Lampung," ujar Faidah pada Kampanye Migrasi Aman di Lampung Timur.

Kampanye itu diselenggarakan oleh International Organization for Migration (IOM) Indonesia, dan dihadiri Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Nusron Wahid, Faidah memaparkan saat bekerja di Malaysia, dirinya diperkosa oleh majikan laki-laki, kemudian majikan perempuannya menuduh dia menggoda suaminya.

"Setelah itu, saya mulai disiksa, disiram air panas, dipukul, disuruh mengepel lantai dengan lidah, dan dicabut kuku jari tangan. Pada saat tidak sadar diri, saya dibuang ke jalan," kata Win Faidah, mantan TKI yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) itu pula.

Berdasarkan laporan BNP2TKI, sejak tahun 2011 setidaknya 17.000 orang per tahun diberangkatkan menjadi TKI keluar negeri dari Provinsi Lampung, belum termasuk mereka yang direkrut dan diberangkatkan keluar negeri melalui jalur tidak prosedural dan tidak berdokumen.

Kisah yang dituturkan Win Faidah pada saat kegiatan berlangsung merupakan cerita hidup dari ribuan TKI yang mengalami eksploitasi dan menjadi korban TPPO dari Provinsi Lampung.

Setibanya di Indonesia, kasus Win Faidah disidangkan dengan menggunakan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO), dan vonis hakim menyatakan bahwa ia adalah korban TPPO dan berhak mendapatkan restitusi, yaitu kompensasi yang harus dibayar oleh pelaku kepada korban.

Namun hingga hari ini, Win Faidah tidak juga menerima uang restitusi, meskipun sebenarnya jumlah tersebut tidak sebanding dengan penderitaan dan trauma yang dialaminya.

Pelaku tidak kunjung membayarkan uang kompensasi tersebut, dan Win Faidah pun tidak tahu kepada siapa harus menagih kompensasi yang semestinya menjadi haknya itu.

Yunita Rohani, Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Lampung yang juga adalah mantan TKI di Malaysia menjelaskan bahwa tidak hanya Win Faidah saja, masih banyak kasus serupa dialami bahkan korban tidak mendapatkan akses pada keadilan untuk menuntut hak-haknya, termasuk akses pada layanan kesehatan dan rehabilitasi sosial yang merupakan hak setiap korban TPPO sesuai dengan amanat UU Nomor 21 Tahun 2007.

"Hal ini sangat terkait dengan keseriusan pemerintah dan aparat penegak hukum untuk bersungguh-sungguh menjalankan amanat UU Nomor 21 Tahun 2007. Undang-undang PTPPO ini, merupakan salah satu UU yang komprehensif dan sangat baik karena tidak hanya menghukum pelaku, tetapi juga memberikan perlindungan dan rehabilitasi kepada korban. Namun sayang dalam pelaksanaannya masih dibutuhkan komitmen yang lebih serius," ujar Yuni pula.[]

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Editor : Fatkhul Maskur
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper