Bisnis.com, JAKARTA—Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengkaji delisting slag baja dari golongan limbah bahan berbahaya dan beracun.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LH dan Kehutanan) Siti Nurbaya Bakar mengatakan diskusi mengenai dikeluarkannya slag baja dari kategori limbah B3 bergulir di tingkat eselon satu.
"Atas permintaan kalangan industriwan memang sedang berproses delisting slag dari limbah B3," tuturnya dalam pesan singkat kepada Bisnis.com, Minggu malam(1/3/2015).
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 101/2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (PLB3) menyebutkan steel slag merupakan hasil proses peleburan bijih dan/atau logam besi dan baja dengan menggunakan teknologi electric arc furnace (EAF), blast furnace, basic oxygen furnace (BOF), induction furnace, kupola, dan/atau submerge arc furnace.
Limbah ini, dikategorikan bahaya 2 dengan kode limbah B402 yang berasal dari sumber spesifik khusus. Limbah ini bisa dijadikan produk samping untuk kegunaan produksi semen, pengeras jalan dan lainnya.
Nurbaya mengatakan hasil kajian tersebut akan selesai paling lambat dipenghujung Maret tahun ini. Menurutnya, target kerja tersebut berdasarkan hasil rapat koordinasi dengan Menteri Koordinator Perekonomian belum lama ini.
"Betul bahwa langkah-langkah tersebut untuk mendorong pertumbuhan industri baja," tambahnya.
Beragam stimulus yang diberikan pemerintah kepada industri baja semata-mata untuk menjadikan industri tersebut siap memenuhi kebutuhan baja nasional hingga dunia.
Slag sendiri merupakan limbah baja yang berbentuk bongkahan-bongkahan kecil yang diperoleh dari pembuatan baja dengan tanur tinggi. Limbah tersebut, merupakan hasil sampingan dari proses peleburan biji logam dan masih mengandung material penting seperti silica dan alumina. []