Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah menyatakan akan berusaha mencari jalan keluar terbaik terutama bagi proyek-proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) berskema KPS yang telah berlangsung.
Sejumlah proyek SPAM KPS terancam tidak dapat dilanjutkan setelah Mahkamah Konstitusi membatalkan UU No. 7/2004 tentang Sumber Daya Air pekan lalu (Rabu, 18/2/2015).
Direktur Pengembangan Air Minum Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) Mochammad Natsir mengatakan untuk saat ini kelanjutan proyek-proyek tersebut menjadi sulit untuk dipastikan karena harus menunggu hasil kajian dari aspek hukumnya.
“Nanti akan diselidiki yang mana yang bisa dilanjutkan dan mana yang tidak, mungkin akan dikeluarkan PP atau dimintakan fatwah dari Kementerian Kumham,” katanya di Jakarta, Selasa (24/2/2015).
Sementara itu, dari skenario pendanaan air minum 2015-2019 Ditjen Cipta Karya, untuk mencapai akses aman air minum 100% pada 2019 ditaksir membutuhkan investasi Rp253,8 triliun. Dari kebutuhan anggaran tersebut, pemerintah melalui APBN hanya akan sanggup memenuhi 28%.
Dengan demikian, pemerintah membutuhkan sumber pendanaan lain yang besar di luar APBN. Salah satu sumber pendanaan yang sangat diandalkan adalah swasta. Natsir mengatakan, swasta diharapkan dapat memenuhi sekurang-kurangnya 11% dari total kebutuhan investasi.
“Kalau swasta nantinya tidak lagi dimungkinkan untuk terlibat, artinya kita harus menghitung ulang komposisi pendanaannya,” katanya.
Berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi, pengusahaan air minum untuk selanjutkan mesti diprioritaskan pada BUMN dan BUMD. Sementara berdasarkan perhitungkan Ditjen Cipta Karya, sumber pendanaan BUMN dan BUMD diperkirakan baru akan memenuhi 11% dari total keutuhan investasi.