Bisnis.com, JAKARTA– Korporasi Jepang menilai Bank of Japan (BoJ) tidak perlu lagi mengucurkan stimulus agresif untuk mengejar target inflasi 2%, karena kebijakan tersebut terus melandaikan nilai tukar yen sehingga meningkatkan tagihan impor.
Fakta tersebut terungkap dari survei Reuters pada 483 korporasi besar dan medium Jepang. Petinggi korporasi mengaku nyaman dengan tingkat inflasi di kisaran 1%-2% dan meyakini inflasi dapat segera terkerek terdampak perlemahan harga minyak dunia.
Survei menunjukkan lebih dari 70% korporasi menilai bank sentral tidak perlu menambah pelonggaran karena harga minyak rendah, dan sekitar 80% dari total responden menyatakan mereka puas dengan inflasi di bawah 2%.
“Korporasi-korporasi Jepang meyakini perluasan stimulus moneter lebih menimbulkan dampak negatif daripada dampak positif karena akan meningkatkan volatilitas pasar dan mengganggu aktivitas bisnis,” jelas. kepala ekonom Japan Macro Advisor, Takuji Okubo merespons hasil survei tersebut.
Okubo menambahkan, kendati banyak eksportir Jepang yang mendapat benefit dari perlemahan yen yang diakibatkan pelonggaran moneter, mereka telah merasa puas dengan tingkat nilai tukar yen saat ini.
Pandangan korporasi tersebut berlawanan dengan ambisi Gubernur BoJ Haruhiko Kuroda yang beberapa waktu lalu menyampaikan jangan sampai masyarakat Jepang memiliki pola pikir yang terbiasa dengan situasi deflasi.
Seperti diketahui, Negeri Matahari Terbit terus berkutat dengan deflasi setidaknya dalam 16 tahun terakhir akibat lesunya belanja domestik negara itu. Belanja domestik kian terpuruk sejak pemerintah menaikkan pajak penjualan 3 persentase poin menjadi 8% April 2014 lalu.