Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemkab Masih 'Anteng' Sikapi Proyek PLTU Batang

Pemerintah Kabupaten Batang memilih sikap wait and see dari PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk kelanjutan proses pembebasan sisa lahan 13% atas proyek pembangkit listrik tenaga uap berkapasitas 2 x 1.000 megawatt.
Pemkab Batang tetap berupaya persuasif dengan warga yang belum rela melepaskan lahan untuk pembangunan PLTU terbesar di Asia Tenggara itu./Ilustrasi PLTU-Bisnis
Pemkab Batang tetap berupaya persuasif dengan warga yang belum rela melepaskan lahan untuk pembangunan PLTU terbesar di Asia Tenggara itu./Ilustrasi PLTU-Bisnis

Bisnis.com, SEMARANG - Pemerintah Kabupaten Batang memilih sikap menunggu alias wait and see dari PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk kelanjutan proses pembebasan sisa lahan 13% atas proyek pembangkit listrik tenaga uap berkapasitas 2x1.000 megawatt.

Sekretaris Daerah Kabupaten Batang Nasikhin mengatakan kewenangan pemerintah daerah saat ini memfasilitasi pertemuan warga dengan PT PLN, setelah adanya pelimpahan dari investor kepada salah satu perusahaan yang berstatus badan usaha milik Negara (BUMN) tersebut.

“Yang lagi ramai justru pernyataan Direktur Utama PLN pusat. Di sini belum ada perkembangan signifikan, kami masih wait and see,” ujar Nasikhin kepada Bisnis.com, Senin (16/2/2015).

Kendati demikian, kata dia, pemda tetap melakukan upaya komunikasi persuasif dengan warga yang belum rela melepaskan lahan untuk pembangunan daya setrum terbesar di Asia Tenggara ini.

Nasikhin membeberkan sejumlah warga bahkan meminta tambahan dana pembebasan lahan senilai Rp300.000/meter lantaran sebagian tanah warga terbeli dengan harga Rp400.000. Sementara itu, investor dalam hal ini PT Bhimasena Power Indonesia (BPI) diketahui hanya membayar ganti rugi tanah warga diangka Rp100.000/meter.

“Inilah yang menjadi kemarahan warga. Di samping kendala tanah belum terbebaskan sepenuhnya, ada warga yang menuntut tambahan ganti rugi,” paparnya.

Pihaknya mengklaim adanya oknum spekulan tanah yang bermain dalam proyek pembebasan lahan untuk proyek PLTU tersebut. Hal tersebut membuat pembebasan tanah yang tersisa sekitar 26 hektare dari total 226 ha menjadi terhambat.

Nasikhin menegaskan pemerintah pusat akan menggunakan sistem konsinyasi di pengadilan dengan mengacu Undang Undang (UU) No. 2/2012 tentang Pembebasan Tanah Untuk Kepentingan Umum. Menurutnya, aturan itu akan berlaku tahun ini.

Kepala BPN Batang Jateng Abdul Aziz menerangkan warga yang menolak pembebasan lahan akan menerima imbas dari penerapan UU tersebut. Dari perkiraan, harga tanah di lokasi proyek sudah sesuai nilai jual obyek pajak (NJOP) senilai Rp20.000 per meter.

Aziz mengakui taksiran harga sesuai NJOP jauh di bawah harga yang ditawarkan oleh BPI senilai Rp100.000 per meter. Oleh sebab itu, pihaknya meminta kepada warga terdampak proyek PLTU supaya legawa dengan menjual tanah itu sebelum prosesnya masuk di pengadilan.

“Jika urusannya di pengadilan, nilai tanah sesuai NJOP hanya Rp20.000 per meter, kalau sesuai taksiran investor diangka Rp100.000/ meter,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Muhammad Khamdi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper