Bisnis.com, PADANG — Penurunan nilai ekspor di Sumatra Barat kembali berlanjut awal tahun ini, menyusul belum pulihnya harga komoditas CPO (cruid palm oil/CPO) dan karet di pasar global.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatra Barat Yomin Tofri mengatakan nilai ekspor Sumbar per Januari 2015 kembali mengalami penurunan 12,04% dari periode yang sama tahun sebelumnya yakni US$161,9 juta menjadi hanya US$142,4 juta.
Jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya ekspor daerah itu juga mengalami penurunan 1,25% atau anjlok dari US$144,2 juta per Desember 2014.
“Penurunan ekspor itu disebabkan harga komoditas CPO dan karet yang belum meningkat, padahal keduanya adalah komoditi ekspor utama Sumbar,” katanya, Senin (16/2).
Yomin memaparkan nilai ekspor CPO terhadap keseluruhan ekspor Sumbar melalui pintu keluar Pelabuhan Teluk Bayur dan Bandara Internasional Minangkabau (BIM) adalah US$96,7 juta atau berkontribusi 67,91% terhadap total ekspor.
Sedangkan karet menyumbang hingga US$30,1 juta atau dengan kontribusi 21,16% terhadap nilai ekspor daerah itu. Keduanya berperan hingga 89,7% terhadap total ekspor Sumbar.
“Dengan kontribusi yang besar, kedua komoditi itu menentukan naik turunnya nilai ekspor Sumbar,” ujarnya.
Saat ini, tujuan ekspor daerah tersebut masih ke India sebesar 37,25%, Amerika Serikat 20,73%, Pakistan 10,47%, Singapura 9,55%, dan ke Jepang, Oman, Iran, Selandia Baru, Belanda, dan Uni Emirat Arab.
BPS mencatatkan sejak awal tahun lalu pelemahan harga CPO dan karet di pasar dunia terus membuat nilai ekspor Sumbar mengalami kejatuhan.
Tiga bulan pertama 2014, ekspor menunjukkan tren peningkatan hingga puncaknya US$189,5 juta pada Maret. Namun, bergerak fluktuatif empat bulan berikutnya dan kembali naik pada Juli dengan nilai US$198,5 juta.
Lalu anjlok sebulan kemudian menjadi US$127,2 juta, dan perlahan-lahan naik selama tiga bulan hingga mencapai nilai US231,1 juta pada November. Pada penghujung tahun, ekspor turun menjadi hanya US$144,2 juta, dan berlanjut ke awal tahun ini.
Puji Atmoko, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sumatra Barat menyarankan pemda setempat menggandeng investasi untuk pengembangan hilirisasi industri dari produk CPO dan karet, sehingga memiliki nilai tambah.
“Kalau ekspor mentah terus, hargannya sulit naik. Mesti ada upaya agar produk yang diekspor tidak melulu dalam bentuk mentah, tetapi sudah diolah dan memiliki nilai tambah,” katanya.
Dengan cara itu, dia meyakini nilai ekspor Sumbar kembali tumbuh dan tidak diintervensi sepenuhnya oleh fluktuasi harga di pasar global. Serta menjamin adanya peningkatan surplus neraca dagang.