Bisnis.com, JAKARTA - Migrant Care menilai pernyataan Presiden Joko Widodo yang akan menghentikan TKI sektor pekerja rumah tangga (PRT) adalah sebuah bentuk penghianatan terhadap visi-misi Nawacita.
Menurut Analis Kebijakan Publik Migrant Care Wahyu Susilo, pernyataan Presiden Jokowi tersebut merupakan kemunduran besar dan bentuk pelanggaran terhadap konstitusi.
Setiap warga negara memiliki hak untuk mendapatkan pekerjaan secara layak dan kewajiban bagi negara untuk melindunginya dimanapun warga negara Indonesia bekerja.
"Presiden Jokowi nampaknya lupa bahkan mungkin sudah ingkar, bahwa dalam Nawacita dia berjanji akan melindungi PRT migran baik di dalam maupun di luar negeri. Padahal salah satu penyokong kemenangannya adalah pemilih Indonesia di luar negeri yang sebagian besar adalah PRT," katanya kepada Bisnis, Minggu (15/2/2015).
Dalam perspektif hak asasi manusia, sambungnya, kerentanan dan kondisi yang dialami TKI PRT harus dijawab dengan peningkatan kualitas perlindungan dari negara, serta reformasi birokrasi kelembagaan di Kementerian Ketenagakerjaan dan BNP2TKI yang selama ini dikuasai oleh mafia-mafia yang mengambil keuntungan dari eksploitasi PRT migran.
"Solusi reaktif pelarangan perempuan untuk bekerja sebagai PRT migran adalah sesat pikir kebijakan yang berbasis pada cara pandang patriarkis dan diskriminatif terhadap perempuan. Rencana pelarangan perempuan bekerja sebagai PRT migran ke luar negeri adalah bentuk penghindaran negara dari tanggung jawab perlindungan," imbuhnya.
Migrant Care mendesak Presiden Jokowi lebih serius membenahi tatakelola penempatan TKI PRT yang berbasis pada pemenuhan hak asasi manusia dan tidak diskriminatif pada perempuan, dan mengimplementasikan ratifikasi Konvensi PBB Tahun 1990 tentang Perlindungan Hak-hak Buruh Migran dan Anggota Keluarganya dalam kebijakan nasional.
Selain itu Migrant Care juga meminta Presiden Jokowi untuk segera meratifikasi Konvensi ILO No. 189/2011 tentang Kerja Layak Bagi Pekerja Rumah Tangga dan mengajukan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga sebagai inisiatif pemerintah.
"Jalan keluar mengakhiri kerentanan dan situasi buruk yang dialami PRT migran Indonesia adalah negara hadir dan melindunginya, bukan negara menghindar dan melarangnya," tegasnya.