Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pertumbuhan Industri Gagal Capai Target, Gejala Deindustrialisasi?

Sekalipun industri pengolahan nonmigas urung mencapai target pertumbuhan yang dipatok Kementerian Perindustrian tahun lalu, kinerjanya diyakini tetap belum memasuki deindustrialisasi.
Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Sekalipun industri pengolahan nonmigas urung mencapai target pertumbuhan yang dipatok Kementerian Perindustrian tahun lalu, kinerjanya diyakini tetap belum memasuki deindustrialisasi.

Pada awalnya Kemenperin menargetkan pengolahan nonmigas tumbuh 6% pada tahun lalu. Tapi iklim bisnis maupun politik membuat target ini dikoreksi ke level 5,6%. Angka inipun dinilai ekonom tampaknya sukar terpenuhi.

Ekonom Universitas Indonesia Erna Zetha berpendapat setidaknya nonmigas hanya tumbuh 5,2% - 5,4%. Walaupun begini Indonesia tak terindikasi deindustrialisasi.

Deindustrialisasi dapat dimaknai sebagai kondisi saat peran sektor industri manufaktur dalam perekonomian Indonesia secara keseluruhan merosot. Situasi ini dapat ditandai dengan pertumbuhannya di bawah pertumbuhan ekonomi nasional.

“Kalau pertumbuhan industri nonmigas di bawah ekonomi artinya di bawah pertumbuhan sektor lain. Dampak lainnya ada pada share ke PDB yang turun juga. Saya lihat sekarang ini belum mengarah ke sana [deindustrialisasi],” ucap Erna kepada Bisnis.com, Rabu (4/3/2015).

Menteri Perindustrian Saleh Husin menyatakan pada triwulan ketiga tahun lalu sektor nonmigas tumbuh 4,99%. Tapi secara kumulatif Januari – September bertengger di level 5,3%. “Industri nonmigas sendiri memberi kontribusi 20,65% terhadap PDB selama periode itu,” katanya.

Target Kementerian Perindustrian (Kemenperin) atas pertumbuhan sektor nonmigas pada tahun ini lebih tinggi ketimbang cita-cita pada tahun politik 2014. Angka 6,1% dipatok sebagai persentase pertumbuhan yang harus dicapai.

Dirjen Basis Industri Manufaktur Kemenperin Harjanto mengatakan pertumbuhan industri tidak hanya dipengaruhi ekspor dan impor melainkan pula investasi. Kendati defisit neraca perdagangan membaik jika investasi di lapangan tersendat bisa jadi pertumbuhan melambat.

“Salah satu pendorong ya harus kita dorong peningkatan penggunaan produk dalam negeri dalam berbagai proyek investasi, jangan sampai by design memang dirancang pakai produk impor,” tuturnya.

Dia mencontohkan salah satu dorongan diberikan untuk peningkatan konsumsi produk baja lokal. Kemenperin tak melarang pembelian dari luar negeri, tetapi jika produk yang dibutuhkan ada di dalam negeri maka dianjurnya menggunakan buatan lokal.

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat sektor nonmigas yang menjaring investasi terbanyak tahun lalu ialah industri makanan dan kimia mencapai total Rp91,7 triliun. Di sektor makanan tertanam Rp53,4 triliun sedangkan di kimia dasar, barang kimia, dan farmasi Rp38,3 triliun.

“Seharusnya semakin banyak proyek infrastruktur semakin mudah industri dalam negeri untuk dibangun melalui pemakaian produk dalam negeri,” ucap Harjanto.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dini Hariyanti
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper