Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian siap berkoordinasi lintas kementerian untuk melonggarkan aturan impor bahan baku industri penyamakan kulit, yakni kulit impor. Akibat koordinasi yang tak maksimal, bahan baku kulit sampai sekarang sangat sulit diperoleh dari pasar luar negeri.
Dirjen Basis Industri Manufaktur Kemenperin Harjanto mengatakan untuk mengatasi soal hambatan izin ekspor terkait penyakit mulut dan kuku membutuhkan koordinasi lebih lanjut antarkementerian. Pihaknya juga akan menyuarakan agar kulit mentah tak dikategorikan sebagai limbah berbahaya.
"Ada dua komponen besar dalam produksi, kalau di hulu lebih krusial soal energi. Kalau penyamakan kulit agak ke hilir, masalahnya lebih ke bahan baku," tuturnya, Jumat (30/1/2015).
Kemenperin mendorong peningkatan ekspor kulit dan produk kulit 100% lipat menjadi US$6 miliar dari kisaran sekarang US$3 miliar. Apabila masalah bahan baku teratasi, pertumbuhan ini bisa dicapai dalam dua tahun.
Selain mengatasi keterbatasan suplai bahan baku, pertumbuhan ekspor perlu didongkrak melalui penghiliran di dalam negeri daripada langsung diekspor. Proses pengolahan menjadi sepatu, tas, jaket atau produk lain menghasilkan nilai tambah yang lebih tinggi.
"Alangkah baik kalau kapasitas produksi bisa di-boosting up menjadi 70% sampai 80%. Kalau sekarang utilisasi 30% itu industri sama saja dying, 40% masih plus minus," kata Harjanto.
Secara kapasitas produksi sebetulnya industri penyamakan kulit siap melaju hingga mencapai ekspor US$6 miliar. Kemenperin mulai mengkaji pengadaan stok penyangga (buffer stock) untuk sektor ini guna mengatasi kesulitan pasokan bahan baku.
Pusat industri penyamakan kulit kini ada di Magetan dan Garut, mayoritas pengusaha skala kecil dan menengah jumlahnya sekitar 300 unit usaha. Total anggota APKI mencapai 67 perusahaan industri menengah besar.