Bisnis.com, PEKANBARU- Kalangan pengamat ekonomi di Riau menilai pemanfaatan budidaya gambut secara benar mampu menjadi penopang pertumbuhan ekonomi di Riau, karena luas lahan gambut di provinsi ini salah satu yang terbesar di Sumatra.
Pengamat ekonomi Universitas Riau, Ediyanus Herman Halim, mengatakan pertumbuhan ekonomi Riau yang selalu di atas laju ekonomi nasional salah satunya ditopang oleh pengelolaan hutan tanaman industri.
"Namun, Dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, kita khawatir pertumbuhan ekonomi bakal terganggu," katanya di Pekanbaru, Riau, seperti dikutip Antara.
Seperti diketahui, sekitar 46% atau 4,1 juta dari total luas daratan Provinsi Riau sekitar 8,9 juta hektare merupakan lahan gambut. Sebagian besar lahan gambut tersebut, kini sudah dimanfaatkan untuk budi daya dan menjadi penopang pertumbuhan ekonomi daerah itu.
Menurut Ediyanus, peraturan pemerintah yang dikeluarkan tersebut sama dengan membatasi ruang gerak pelaku usaha daerah itu yang memperkerjakan ratusan ribu tenaga kerja lokal terutama di sektor perkebunan kelapa sawit dan sektor kehutanan hutan tanaman industri.
Karena peraturan yang dikeluarkan di akhir masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono itu, dinilai telah mengunci budi daya gambut dengan menentukan batas permukaan air lahan gambut menjadi 0,4 meter atau 40 centimeter.
Batas tersebut dinilai tidak sesuai dengan ciri khas suatu daerah terutama di Riau yang terkenal dengan perkebunan seperti tanaman kelapa sawit, dimana dibutuhkan air berkisar 50-60 centimeter dan industri hijau hutan tanaman industri akasia dibutuhkan permukaan air diatas 80 centimeter.
"Bukannya kita tidak pro terhadap lingkungan, kita sepakat lahan gambut harus tetap dipelihara dan jangan dibiarkan terkelupas untuk kepentingan para "pemburu". Tapi biarkan lahan itu tetap hidup dan menghidupkan terutama mensejahterakan masyarakat sekitar," ucapnya.
Saat ini sudah sekitar satu juta hektare lahan gambut di Provinsi Riau yang dimanfaatkan hutan tanaman industri, kemudian sebanyak 0,8 juta hektare untuk lahan kelapa sawit, lalu sekitar 0,5 juta hektare lahan pertanian dan perkebunan lainnya.
"Esensi dari pada pembangunan atau pengembangan gambut atau pengelolaan gambut berkelanjutan, ketiga-tiganya harus ada secara seimbang ekonomi, sosial dan lingkungan," ujar Kepala Pusat Penelitian Gambut Tropis Universitas Riau, Dr Wawan.