Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IMPOR RAW SUGAR: Petani Gula Gelar Aksi Protes di Kantor Kemendag

Kementerian Perdagangan dituntut untuk tidak tergesa-gesa menerbitkan izin impor gula mentah pada 2015 bagi kebutuhan industri rafinasi, sebelum dapat menyelesaikan karut marut masalah pasokan dan harga gula kristal putih produksi petani tebu rakyat.
Petani Tebu Rakyat/Antara
Petani Tebu Rakyat/Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perdagangan dituntut untuk tidak tergesa-gesa menerbitkan izin impor gula mentah pada 2015 bagi kebutuhan industri rafinasi, sebelum dapat menyelesaikan karut marut masalah pasokan dan harga gula kristal putih produksi petani tebu rakyat.

Hal itu disuarakan oleh Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), yang mengoreksi pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam lawatannya ke Jawa Timur baru-baru ini bahwa saat ini sudah tidak ada lagi stok gula kristal putih (GKP) di gudang petani.

Puluhan anggota APTRI dari Jawa Timur menyerbu kantor Kementerian Perdagangan untuk menyampaikan aspirasi mereka pada Menteri Perdagangan Rachmat Gobel, yang sayangnya berhalangan menemui asosiasi tersebut.

Sebagai balasan, para anggota APTRI tersebut berjanji tidak akan meninggalkan kantor Kemendag sampai mereka berhasil menemui Sang Menteri. Bahkan, ada yang menyebut mereka berencana menginap di kompleks kementerian Jalan Ridwan Rais Jakarta Pusat itu.

Ketua Umum APTRI Soemitro Samadikoen menyatakan saat ini pasokan GKP di petani secara riil masih ada 400.000 ton, tanpa ada kejelasan nasib siapa yang akan membelinya sesuai harga patokan petani (HPP) Rp8.500/kg.  

“Bulan lalu pemerintah janji katanya akan dibeli sesuai dengan HPP, tapi kami tunggu-tunggu tidak ada. Tiba-tiba sekarang akan impor gula mentah 600.000 ton [untuk kuartal I/2015],” katanya seusai menemui Sekjen Kemendag Gunaryo, Selasa (16/12/2014) petang.

Dia mendesak agar pemberian izin impor dilakukan apabila stok sebanyak 400.000 ton tersebut sudah dijamin penyerapannya, dan masalah perembesan gula kristal rafinasi (GKR) ke pasar konsumsi benar-benar dituntaskan sampai ke akar-akarnya.

“Bukannya kami menolak impor. Kalau mau impor silakan, tapi dua syarat tersebut dipenuhi. Karena [kabar] pemerintah membuka keran impor 600.000 ton, saat ini tidak ada yang mau membeli GKP. Belum impor saja gula kami tidak laku.”

Soemitro menambahkan pemerintah sebaiknya tidak langsung mengetok angka indikatif impor gula mentah sejumlah 2,8 juta ton untuk tahun depan. Setidaknya, menurut APTRI, izin impor diberikan 1,8 juta ton terlebih dahulu untuk menutup celah rembesan.

“Kalau 2,8 juta ton pasti akan beredar gula rafinasi di pasar konsumsi. Ini sudah bukti bahwa GKR tidak sepenuhnya terserap oleh industri makanan dan minuman. Kasih dulu 1,8 juta ton baru nanti ditinjau lagi. Kami ini terhantui oleh impor,” sambungnya.

Menurutnya, tahun depan kebutuhan impor gula mentah seharusnya hanya 2 juta ton, dengan mengurangkan stok idle capacity sejumlah 800.000 ton. Apalagi, industri rafinasi semestinya dapat mengambil stok GKP 400.000 ton untuk dijadikan gula rafinasi.

“Mereka selalu menggunakan alasan kualitas GKP tidak bisa diolah menjadi gula rafinasi. Tapi sekarang, coba lihat, dulu sebelum impor gula mentah diperbolehkan industri mamin menggunakan GKP untuk diolah menjadi gula rafinasi yang mereka gunakan.”

Wakil Sekjen APTRI Nur Khabsyin menambahkan alasan shutdown 5 pabrik rafinasi akibat tekor pasokan gula mentah tidak dapat dibenarkan untuk menambah kuota impor. Pasalnya kekurangan bahan baku tersebut merupakan akibat dari kasus perembesan ke pasar rakyat.

Menurut APTRI, sambung Nur, sebanyak 800.000 ton gula rafinasi bocor ke pasar konsumsi tahun ini sehingga industri rafinasi tidak dapat mengirit penggunaan bahan baku mereka. “Mereka cepat-cepat jual ke pasar. Ini alasan mereka untuk mendapat izin impor yang baru.”

“Seandainya tidak ada rembesan gula rafinasi itu, sebenarnya cukup. Solusinya, daripada impor gula mentah, lebih baik yang 400.000 ton itu dipakai. Itu bisa. Pemerintah juga seharusnya membeli gula sesuai dengan HPP yang telah ditetapkan.”

Secara terpisah, Kemendag tetap berpendapat bahwa GKP di tangan petani sudah tidak ada lagi dan sepenuhnya sudah ada di tangan pedagang. Dalam 3 tahun terakhir, jumlah impor gula mentah untuk idle capacity mencapai 1,2 juta ton.

Dirjen Perdagangan Luar Negeri Partogi Pangaribuan menjelaskan pabrik gula (PG) di Tanah Air—yang menyerap tebu tani—hanya mampu menghasilkan gula dengan icumsa 80 iu yang tidak dapat digunakan untuk kriteria industri makanan minuman.

“Bahkan ada yang icumsa-nya masih 300 iu. Jadi ada yang usul, kenapa pemerintah tidak mendorong agar mamin menyerap gula hasil tebu rakyat supaya bisa mengurangi stok. Tidak bisa,” jelasnya.

Menurutnya, kebutuhan industri mamin terhadap GKR bergerak antara 2,6—2,9 juta ton/tahun. Adapun, GKP produksi PG yang menggunakan tebu rakyat hanya mencapai 2,5 juta ton/tahun, dengan rincian 1 juta ton oleh PG swasta dan 1,5 juta ton oleh BUMN.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Sepudin Zuhri

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper