Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PMA: Buka Lapangan Kerja Dan Lambungkan Utang

Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih berpendapat penanaman modal asing menjadi sesuatu yang serba salah ketika di satu sisi membuka lapangan kerja di Tanah Air, tetapi pada saat yang sama melambungkan utang luar negeri.nn
/Bisnis
/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA -- Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih berpendapat penanaman modal asing menjadi sesuatu yang serba salah ketika di satu sisi membuka lapangan kerja di Tanah Air, tetapi pada saat yang sama melambungkan utang luar negeri.

“Saat rasio-rasio di dalam negeri begitu mencemaskan, misalnya DSR yang naik karena ekspor kita sedang melemah, ini sesuatu yang dilematis. Kalau FDI ini tujuannya ekspor, tidak masalah karena kita dapat devisa dari situ,” katanya saat dihubungi, Minggu (23/11/2014).

Sayangnya, tutur dia, FDI kebanyakan sekadar memproduksi produk hilir yang menyasar pasar domestik. Bahan baku dan barang modalnya pun harus diimpor yang lagi-lagi ikut menyerap dolar di pasar valuta asing dalam negeri.

Pemerintah, kata Lana, harus berani memprioritaskan PMA yang memproduksi barang hulu dan antara (intermediate goods) serta berorientasi ekspor.

Selain itu, hal yang patut diwaspadai menurutnya adalah dugaan transfer pricing yang dilakukan oleh perusahaan induk dan afiliasi dengan mentransfer utang ke anak perusahaan di Indonesia untuk mendapat pengurangan pajak.

Di sisi lain, pemerintah tidak mencemaskan utang luar negeri swasta yang berpotensi melambung sejalan dengan kebijakan mengandalkan penanaman modal asing untuk memacu pertumbuhan ekonomi tahun depan.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro berujar utang luar negeri swasta itu sekadar utang anak perusahaan kepada prinsipalnya di luar negeri yang dipakai sebagai modal untuk membuka usaha di Indonesia.

“Ya itu kan modal, bukan utang. Namanya juga penanaman modal,” ujarnya.

Oleh karena itu, lanjutnya, tidak perlu ada kekhawatiran berlebihan terhadap utang luar negeri korporasi yang bakal meningkat karena investasi langsung mengalir deras.

Sebelumnya, Bank Indonesia menyebutkan 60%-70% foreign direct investment (FDI) dibiayai oleh utang luar negeri.

Mengutip data BI pula, dari total utang luar negeri swasta per September yang mencapai US$141,5 miliar, 26,7% atau US$37,8 miliar di antaranya merupakan utang kepada perusahaan induk dan perusahaan afiliasi.

Dari sisi risiko gagal bayar mungkin kecil. Selain itu, utang luar negeri –baik yang ditarik dari perusahaan afiliasi maupun nonafiliasi -- tetap saja diperhitungkan dalam rasio terhadap ekspor (debt to service ratio/DSR) yang merupakan ukuran seberapa besar cadangan devisa dari hasil ekspor digunakan untuk membiayai utang luar negeri. Adapun, DSR kuartal III/2014 membengkak menjadi 46,16% dari 44,29% kuartal sebelumnya.

Selain itu, pembayaran bunga utang dan repatriasi laba akan semakin menekan neraca pendapatan primer pada transaksi berjalan yang sudah defisit.

Padahal, pada saat yang sama, bank sentral tengah menempuh kebijakan moneter ketat dengan fokus utama pada penyehatan transaksi berjalan menuju defisit 2,5% terhadap produk domestik bruto (PDB) tahun depan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sri Mas Sari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper