Bisnis.com,KUDUS—Pelaku industri rokok di Indonesia meminta ketegasan dari pemerintah untuk menolak ratifikasi kerangka kerja pengendalian tembakau atau framework convention on tobacco control atau FCTC yang dianggap merugikan industri dalam negeri.
Sekretaris Jenderal Forum Masyarakat Industri Rokok Indonesia atau Formasi Suharjo meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk mempertemukan kementerian terkait guna mengambil sikap tegas dalam menolak FCTC.
Selama ini, kata dia, antar kementerian berbeda sikap serta menunjukkan ego sektoral dengan kepentingan masing-masing.
“Kami minta pemerintah tegas menolak ratifikasi FCTC. Ini akan mengancam industri rokok dalam negeri. Kumpulkan kementerian terkait yang melibatkan pelaku usaha,” ujar Suharjo kepada Bisnis, Rabu (19/11/2014).
Dia menilai ratifikasi FCTC akan berdampak buruk bagi industri rokok kretek dalam negeri. Padahal, Indonesia terkenal dengan hasil tembakau kualitas baik yang menjadi warisan budaya.
Suharjo mengkritisi aturan dari pemerintah yang dinilai selalu menjenggal industri rokok. Padahal, katanya, cukai yang dibayarkan perusahaan rokok kepada pemerintah dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Pada 2013, pemerintah menerima cukai dari industri rokok mencapai Rp104 triliun.
“Tiap tahun pemerintah selalu bilang kalau penerimaan cukai harus naik terus, satu sisi industri justru ditekan,” ucapnya.
Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan kebijakan FCTC akan menghambat ekspor rokok Indonesia walaupun ditengarai kebijakan-kebijakan ini tidak berdampak nyata terhadap penurunan konsumsi rokok di negara-negara tersebut.
Untuk ini, kata dia, para pelaku usaha dan pemerintah harus menghadapi dan berjuang untuk membatalkan kebijakan perdagangan yang dinilai tidak adil. Industri hasil tembakau,ujarnya, merupakan industri hasil pertanian yang mampu memberikan kontribusi pendapatan terbesar kepada negara melalui cukai dan pajak.
Di samping itu, industri ini menyerap banyak tenaga kerja terutama buruh linting yang menciptakan efek ganda perekonomian baik skala kecil-mikro seperti para petani tembakau, petani cengkeh, para penjual rokok maupun skala yang menengah besar seperti industri kertas rokok, industri kemasan, percetakan, para distributor, jasa angkutan dan lain-lain.
"Tidak kurang dari 6 juta orang terlibat dalam kegiatan industri ini, baik langsung maupun tidak langsung," katanya dalam kunjungan pabrik PT Djarum di Kudus, Rabu.