Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Gapmmi Minta Tata Niaga Pergulaan Dibenahi

Produsen makanan dan minuman olahan meminta Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian memperbaiki pola bisnis pergulaan.

Bisnis.com, JAKARTA--Produsen makanan dan minuman olahan meminta Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian memperbaiki pola bisnis pergulaan.

Perdagangan komoditas ini harus efisien agar menguntungkan semua pihak, baik petani, pabrik gula, importir, rumah tangga, maupun industri.

Rantai perdagangan yang efisien dapat ditempuh melalui perbaikan tata niaga pergulaan dan peningkatan produktivitas pabrik gula.

Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gappmi) meminta pengetatan pengawasan distribusi gula disertai peningkatan produktifitas pabrik gula yang ada. 

Pemantauan penyaluran yang lebih jeli bertujuan untuk menekan celah rembesan gula rafinasi ke pasar gula konsumsi. Temuan kebocoran inilah yang membuat Kemendag memperketat kuota impor, sehingga pasokan ke industri mamin mampat seperti sekarang.

"Dalam surat keputusan menteri perdagangan sudah dipisahkan, gula rafinasi untuk kebutuhan industri dan kristal putih untuk konsumsi. Harus dibenahi distrubusinya baik yang langsung ke industri maupun lewat distributor," tutur Ketua Umum Gappmi Adhi S. Lukman saat dihubungi Bisnis, Selasa (18/11/2014).

Sementara untuk peningkatan efisiensi dan produktivitas pabrik gula, Gappmi mengusulkan agar dilakukan merger atas sejumlah perusahaan. Hal ini diyakini akan menghasilkan kapasitas produksi lebih besar. 

Sekretaris Jenderal Himpungan Pengusaha Gula Indonesia (HIPGI) M. Yasin Hisjam mengemukakan hal senada dengan Gapmmi. "HIPGI menyarankan agar pemerintah kaji pembentukan tata niaga gula baru untuk kurangi gejolak harga," ucapnya.

HIPGI menyatakan harga gula kristal putih di dalam negeri sempat menyentuh lebih terendah Rp7.900 per kilogram, idealnya Rp8.500 per kilogram. Yasin mengindikasikan saat ini tetap ada gula rafinasi yang merembes ke pasar konsumsi.

Kondisi tersebut dinilai sebagai efek dari kuota impor yang terlalu banyak. Apabila kuota yang diberikan cukup bahkan minim diyakini tidak akan terjadi kebocoran distribusi. Pada sisi lain industri justru mengeluhkan tersendatnya pasokan.

Untuk menjembatani perbedaan pendapat dan sudut pandang tersebut HIPGI menginginkan pemerintah, Kemendag dan Kemenperin, jemput bola untuk mengajak bicara seluruh asosiasi yang terkait gula.

"Kita memang masih butuh impor. Persoalannya adalah berapa banyak immpor yang pas yang kita butuhkan. Pemerintah dalam memutuskan harus menyertakan asosiasi," kata Yasin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dini Hariyanti
Editor :
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper